Perlindungan Hukum bagi Kaum Disabilitas dalam Pemilu

Hari, Tanggal: Jum’at, 31 Maret 2023

Penulis:

Arie Sulistyoko, S.Sos., M.H.

(Dosen Fakultas Syariah pada Program Studi Hukum Tata Negara)

Partisipasi politik merupakan salah satu indikator penting dalam sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Artinya suatu negara baru dapat dikatakan sebagai negara demokrasi apabila dalam peraturan pemerintahnya memungkinkan seluas-luasnya warga negara untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik. Warga negara mempunyai kewajiban untuk ikut serta sebagai bentuk pelaksanaan nilai-nilai demokrasi yang bertujuan untuk mempengaruhi politik. pengambilan keputusan. Hal ini dilakukan untuk semua warga negara yang telah mencapai batas usia pemilih dan sifat partisipasinya adalah sukarela.[1] Seseorang dapat didaftarkan sebagai pemilih setelah memenuhi persyaratan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 angka 34 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berusia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau pernah kawin. Partisipasi setiap warga negara dalam pemilihan umum merupakan hak asasi yang harus dijunjung tinggi.[2] Pemilihan umum yang diselenggarakan harus inklusif sebagai syarat demokrasi, sehingga tidak ada orang atau sekelompok orang yang haknya terabaikan baik sebagai pemilih maupun haknya terpilih. Penyandang disabilitas adalah salah satu kelompok minoritas terbesar di dunia. Terdapat sekitar 600 juta orang dengan persentase tertinggi di negara berkembang, yaitu sekitar dua pertiganya. Pada awalnya, pembentukan International Bill of Human Rights tidak memasukkan penyandang disabilitas sebagai kelompok yang tergolong rentan terhadap pelanggaran HAM. Dalam DUHAM dan Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) dan Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya (ICESCR), disabilitas adalah kategori yang dilindungi.[3]

Penyandang disabilitas adalah kelompok orang yang beragam, termasuk penyandang disabilitas yang memiliki disabilitas fisik, disabilitas mental atau gabungan dari disabilitas fisik dan mental. Istilah penyandang disabilitas juga sangat bervariasi. Secara yuridis pengertian penyandang disabilitas diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menyatakan bahwa Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan / atau sensoris untuk Dalam kurun waktu yang lama berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lain atas dasar persamaan hak Keberadaan, undang-undang ini penting sebagai payung hukum dalam upaya memenuhi kewajiban negara kesatuan Republik Indonesia dalam mewujudkan hak-hak yang tertuang dalam konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas selain mewujudkan hak dan pengawasannya. dalam pelaksanaan konvensi, Pemerintah Indonesia juga berkewajiban untuk menunjuk instansi pemerintah yang bertanggung jawab atas pelaksanaan konvensi ini.

Prinsip-prinsip umum konvensi penyandang disabilitas dapat dilihat pada Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) sebagai berikut:

1. Penghormatan pada martabat yang melekat, otonomi individu: termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan, dan kemerdekaan perseorangan;
2. Nondiskriminasi;
3. Partisipasi penuh dan efektif dan keikutsertaaan dalam masyarakat;
4. Penghormatan pada perbedaan dan penerimaan penyandang disabilitas sebagai dari bagian keberagaman manusia dan kemanusiaan;
5. Kesetaraan kesempatan;
6. Aksesibilitas;
7. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;
8. Penghormatan atas kepasitas yang terus berkembang dari penyandang disabilitas anak dan penghormatan pada hak penyandang disabilitas anak untuk mempertahankan identitas mereka;
9. Mengambil semua kebijakan yang sesuai untuk menghilangkan diskriminasi yang didasari oleh disabilitas yang dilakukan oleh setiap orang, organisasi atau lembaga swasta;
10. Melaksanakan atau memajukan penelitian dan pengembangan barang, jasa, peralatan, dan fasilitas yang didesain secara universal, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 2 dalam Konvensi ini, yang memerlukan penyesuaian seminimal mungkin dan biaya terkecil guna memenuhi kebutuha khusus penyandang disabilitas, untuk memajukan ketersediaan dan kegunaanya, dan untuk memajukan desain universal dalam mengembangkan standar-standar dan pedoman-pedoman;
11. Melaksanakan atau memajukan penelitian dan pengembangan, dan untuk memajukan ketersediaan, dan penggunaan teknologi baru, termasuk teknologi informasi dan komunikasi, alat bantu mobilitas, peralatan dan teknologi bantu, yang cocok untuk penyandang disabilitas, dengan memberikan prioritas kepada teknologi dengan biaya yang terjangkau;
12. Menyediakan informasi yang dapat diakses kepada para penyandang disabilitas mengenai alat bantu mobilitas, peralatan dan teknologi bantu bagi penyandang disabilitas, termasuk teknologi baru serta bentuk-bentuk bantuan, layanan dan fasilitas pendukung lainnya;
13. Memajukan pelatihan bagi para profesional dan personil yang bekerja dengan penyandang disabilitas tentang hak asasi manusia sebagaimana diakui di dalam Konvensi ini sehingga mereka lebih dapat memberikan bantuan dan pelayanan yang dijamin oleh hak-hak tersebut.

Salah satu perwujudan hak penyandang disabilitas adalah hak memilih dalam pemilihan umum. Namun, secara umum pelaksanaan praktik demokrasi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia yang memberikan ruang partisipasi bagi pemilih dari kalangan penyandang disabilitas masih rendah. Padahal keberadaan kelompok ini tidak bisa diabaikan, mengingat Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah penyandang disabilitas mencapai 10% dari total penduduk dunia.[4] Di Indonesia, data terbaru dari KPU menyebutkan bahwa pada Pemilu 2019 terdapat 1.247.730 penyandang disabilitas, 83.182 penyandang disabilitas, 166.364 penyandang tunanetra, 332.728 penyandang disabilitas mental, 249.546 penyandang tuna rungu, dan 415.910 penyandang disabilitas. orang-orang. penyandang disabilitas lainnya.[5] Sedangkan di Kalimantan Selatan pada pemilu 2019 Jumlah pemilih penyandang disabilitas di Kalimantan Selatan sebanyak 9.838 orang atau 0,343 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dari angka tersebut, terdapat 2.023 penyandang disabilitas mental, 2.157 penyandang disabilitas (gangguan gerak), 1.140 penyandang tuna netra, 1.461 tuna rungu / tuna wicara, dan 3.057 disabilitas lainnya.[6] KPU melakukan pendataan WNI disabilitas mental untuk memenuhi ketentuan perundang-undangan. Hal tersebut mengacu pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Penyandang disabilitas yang memenuhi persyaratan memiliki kesempatan yang sama dengan pemilih, sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD, dan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden serta menjadi pemilih dan sebagai penyelenggara pemilu. Persyaratan pemilih berusia 17 tahun atau sudah / pernah menikah, tidak ada urusan politik yang dicabut, dan tidak aktif sebagai TNI / POLRI. Selama memenuhi syarat sebagai pemilih, penyandang disabilitas mental memiliki hak konstitusional yang sama dengan warga negara lainnya untuk memilih. Dalam pendataan, KPU mengacu pada kerangka hukum yang berlaku sebagai aspek penting dalam pemilu.

[1] Partisipasi polotik pemilih difabel di desa Sidoharjo kecamatan Jambon kabupaten Ponorogo dalam pilkada serentak 2015 | Perpustakaan FIS, 397, diakses 17 November 2020, //library.fis.uny.ac.id%2Fopac%2Findex.php%3Fp%3Dshow_detail%26id%3D7471.

[2] Mochtar Buchori, Indonesia mencari demokrasi: kumpulan karangan (Insist Press, 2005), 122.

[3] Fajri Nursyamsi, Kerangka hukum disabilitas di Indonesia: menuju Indonesia ramah disabilitas (Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, 2015), 14.

[4] Mujaddid, Kesehatan anak dengan Disabilitas ((Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014), 26.

[5] Kompas Cyber Media, “INFOGRAFIK: Pemilih Penyandang Disabilitas dalam Pemilu 2019,” KOMPAS.com, diakses 17 November 2020, https://nasional.kompas.com/read/2019/03/19/15285281/infografik-pemilih-penyandang-disabilitas-dalam-pemilu-2019.

[6] “9.838 Orang Difabel di Kalsel Masuk DPT Pemilu 2019,” kumparan, diakses 17 November 2020, https://kumparan.com/banjarhits/9-838-orang-difabel-di-kalsel-masuk-dpt-pemilu-2019-1547294928176377566.