
Pentingnya Kesadaran Hukum Konsumen akan Hak-haknya
Edisi Jum’at, 05 Mei 2023
PENTINGNYA KESADARAN HUKUM KONSUMEN AKAN HAK-HAKNYA
Amelia Rahmaniah
ameliarahmaniah@uin-antasari.ac.id
Konsumen ketika berhadapan dengan pelaku usaha sering kali berada dalam posisi yang lemah ditambah lagi dengan minimnya pengetahuan konsumen akan hak-haknya sebagai konsumen. Kondisi ini menjadikan pelaku usaha sering kali bersikap semena-mena terhadap konsumen, misalnya ketika konsumen membeli sesuatu barang dengan nota pembelian di mana di nota itu tertulis bahwa barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan, ketika barang yang dibeli ternyata ada cacat bawaan yang baru diketahui dan ingin ditukarkan oleh konsumen dengan barang yang baik maka beberapa pelaku usaha berlindung dibalik kalimat yang tercetak di nota bahwa barang yang dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan. Fenomena ini bagi sebagian orang merupakan hal yang meragukan, apakah memang barang yang ternyata rusak tidak dapat lagi ditukar karena di dalam nota tertulis bahwa barang tidak dapat ditukar atau dikembalikan.
Persaingan yang ketat di antara pelaku usaha di era pasar bebas juga memberikan dampak negatif bagi konsumen.(Kristiyanti, 2022, p. 6) Kadang kala pelaku usaha menghalalkan segala cara untuk mendapatkan konsumen misalnya dalam mengiklankan produk yang dijualnya beberapa pelaku usaha membuat iklan yang menipu supaya produk yang dijualnya laku.(Rahmaniah, 2009, pp. 25–26). Hal ini menunjukkan bahwa konsumen benar-benar dalam posisi lemah yang sangat rentan mendapatkan perlakuan yang semena-mena dari pelaku usaha.
Fenomena yang ada menunjukkan bahwa konsumen sangat perlu untuk mendapat perlindungan. Salah satu bentuk perlindungan adalah diperlukannya aturan untuk melindungi konsumen ketika berhadapan dengan pelaku usaha. Terkait dengan hal ini maka di Indonesia sudah ada aturan yang mengatur yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) yang disahkan dan diundangkan pada tanggal 20 April 1999 dan efektif berlaku setelah satu tahun kemudian. Dalam konsideran huruf d UUPK disebutkan bahwa untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen perlu meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab.
Adapun yang dimaksudkan dengan perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen yang cakupannya dapat dibedakan ke dalam dua aspek, yaitu:
- Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.
- Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen.(Maharani & Dzikra, 2021, p. 660)
UUPK mengatur tentang apa saja yang menjadi hak konsumen yang tertuang dalam Pasal 4 UUPK, yaitu:
- hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
- hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
- hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
- hak untuk didengan pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
- hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
- hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
- hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan di dalam Pasal 5 UUPK disebutkan mengenai kewajiban konsumen, yaitu:
- membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
- beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
- membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
- mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
UUPK sudah memberikan kepastian hukum kepada konsumen mengenai hak-haknya sebagai konsumen. Hanya saja dalam kenyataannya konsumen tidaklah mudah untuk mendapatkan dan mempertahankan hak-hak yang sebenarnya sudah dijamin oleh undang-undang tersebut. Salah satu yang menjadi kendala adalah kesadaran hukum konsumen akan hak-haknya. Kesadaran hukum adalah, perasaan hukum dan keyakinan hukum individu di dalam masyarakat. Kesadaran hukum inilah yang seharusnya membentuk budaya hukum dan kesadaran hukum masyarakat. Kesadaran hukum dan budaya hukum saling memengaruhi, kesadaran hukum membentuk budaya hukum dan sebaliknya budaya hukum cerminan kesadaran hukum.(Jayadi, 2017, p. 18)
Setidaknya ada dua hal yang terkait dengan kesadaran hukum konsumen ini pertama terkait dengan pengetahuan konsumen, sebagian konsumen tidak mengetahui dan menyadari akan hak-haknya sehingga menerima begitu saja perlakuan yang tidak adil dari pelaku usaha dan menganggapnya itu sebagai sesuatu hal yang biasa saja. Mereka tidak mengetahui bahwa hak-hak mereka sudah dijamin oleh undang-undang. Kedua terkait dengan perilaku konsumen, sebagian konsumen sebenarnya mengetahui tentang hak-haknya sebagai konsumen hanya saja tidak ingin direpotkan dengan tindakan pelaku usaha yang nakal sehingga konsumen tersebut tidak mempermasalahan perbuatan pelaku usaha yang melanggar haknya. Hal ini berimplikasi terhadap keberulangan pelanggaran-pelanggaran oleh pelaku usaha karena mereka merasa aman, tidak ada yang menuntutnya. Sikap acuh dari konsumen ini tentunya berimplikasi pada terciptanya budaya pelanggaran terhadap hak konsumen di mana masyarakat menganggap hal yang biasa terhadap pelanggaran hak konsumen oleh pelaku usaha.
Dua hal yang telah disebutkan terkait dengan kesadaran hukum konsumen akan hak-haknya ini mempengaruhi tegaknya hukum perlindungan konsumen. Ada beberapa hal yang bisa menjadi alternatif bagi konsumen ketika terjadi pelanggaran oleh pelaku usaha adalah konsumen hendaknya terlebih dahulu mengetahui dan memahami akan hak dan kewajibannya kemudian konsumen tidak berdiam diri ketika terjadi pelanggaran oleh pelaku usaha. Konsumen dapat melakukan komplen secara langsung kepada pelaku usaha misalnya minta ganti terhadap barang yang cacat dan minta penjelasan yang benar mengenai produk yang akan dibeli. Apabila komplen langsung kepada pelaku usaha tidak berhasil maka konsumen dapat melaporkannya kepada LPKSM (Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat). Di samping itu, konsumen juga dapat melaporkannya kepada BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), BPSK adalah lembaga non struktural yang bekedudukan di kabupaten/kota yang berfungsi sebagai alternatif bagi konsumen untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan dengan prinsip mudah, sederhana, dan cepat dengan mengedepankan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat. Konsumen juga dapat mengadukan halnya kepada Pos Layanan Informasi dan Pengaduan Konsumen di nomor hotline: 021341839, website: siswaspk.kemendag.go.id, email: pengaduan.konsumen@kemendag.go.id. Apabila ternyata permasalahan antara konsumen dengan pelaku usaha tidak dapat diselesaikan melalui alternatif penyesaian sengketa maka permasalahan tersebut dapat diselesaikan secara litigasi melalui pengadilan.
Kesimpulan dari artikel singkat ini adalah bahwa kesadaran hukum konsumen akan hak-haknya sangat penting sekali karena akan menciptakan budaya hukum yang sangat positif yang dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran hak dalam hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha. Artikel singkat ini terbatas hanya melihat dari perspektif konsumen yang sebenarnya hanya merupakan salah satu aspek penyebab terabaikannya hak-hak konsumen sehingga melihat permasalahan ini dari perspektif lain misalnya dari perspektif pelaku usaha adalah juga sangat penting sekali agar dapat melihat permasalahan ini dengan lebih komprehensif sehingga dapat menemukan solusi yang tepat.
DAFTAR BACAAN
Jayadi, A. (2017). Membuka Tabir Kesadaran Hukum. Jurisprudentie: Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah Dan Hukum, 4(2), 11–23.
Kristiyanti, C. T. S. (2022). Hukum Perlindungan Konsumen. Sinar Grafika.
Maharani, A., & Dzikra, A. D. (2021). Fungsi Perlindungan Konsumen Dan Peran Lembaga Perlindungan Konsumen Di Indonesia: Perlindungan, Konsumen Dan Pelaku Usaha (Literature Review). Jurnal Ekonomi Manajemen Sistem Informasi, 2(6), 659–666.
Rahmaniah, A. (2009). Etika Bisnis Islami Dalam Periklanan. Millah: Journal of Religious Studies, 15–33.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.