Upaya Pemerintah untuk Memenuhi Hak Politik bagi Kaum Disabilitas dalam Pemilu

Edisi Jum’at, 12 Mei 2023

UPAYA PEMERINTAH UNTUK MEMENUHI HAK POLITIK BAGI KAUM DISABILITAS DALAM PEMILU

Arie Sulistyoko, M.H.

ariesulistyoko51@gmail.com

 

Konstitusi mengamanatkan negara, terutama pemerintah, bertanggung jawab untuk memenuhi hak politik tanpa diskriminasi dan hak untuk memperoleh fasilitas dan perlakuan khusus bagi penyandang disabilitas dalam memperoleh kesempatan yang sama untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Pedoman pelaksanaan amanat konstitusi akan dibahas lebih lanjut dalam berbagai peraturan di bawah ini, yaitu Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang diatur dalam Pasal 43 ayat 1 dan 2, sedangkan landasan hukum yang menginspirasi adanya perlakuan khusus yang diperoleh bagi penyandang disabilitas. Pemenuhan hak politik dalam Pemilu diatur dalam Pasal 5 ayat 3.10. Meskipun dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan sudah banyak yang mengatur regulasi aksesibilitas, namun dalam pelaksanaannya aturan tersebut belum dilaksanakan secara maksimal. Dalam pemilu, penyandang disabilitas kerap menemui kendala dalam menjalankan haknya. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, hak politik penyandang disabilitas sepenuhnya dijamin oleh pemerintah, namun Pasal 75 ayat 2 UU tersebut menyatakan: pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban untuk menjamin hak dan kesempatan. bagi penyandang disabilitas untuk memilih dan dipilih.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, penjelasan pasal 5 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “persamaan kesempatan” adalah kondisi yang memberikan kesempatan dan/atau akses kepada penyandang disabilitas untuk menyalurkan potensi dirinya di segala aspek kehidupan bernegara dan bermasyarakat. administrasi. Merujuk pada isi kedua undang-undang di atas, perlu adanya persiapan yang matang dari KPU dalam memenuhi amanat dan muatan peraturan negara dalam pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Meski pendataan penyandang disabilitas sudah dilakukan sejak 2019, namun persentase penyandang disabilitas yang menggunakan hak pilihnya sangat kecil. KPU mendata penyandang disabilitas di setiap daerah pemilihan kota dan membuat kolom khusus untuk calon pemilih di Daftar Pemilih Sementara (DPS) dan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Termasuk ragam penyandang disabilitas dari tiap pemilih. Tentunya registrasi ini dilakukan dengan harapan akan ada perubahan dalam melayani penyandang disabilitas ketika menjalankan kewajibannya sebagai warga negara, meski ada berbagai kendala yang dialami penyandang disabilitas. Seperti layanan disabilitas.

Kondisi di lapangan menunjukkan aksesibilitas dalam pemilu belum benar-benar terjadi. TPS dengan undakan menyulitkan pengguna kursi roda. Surat suara tanpa templat khusus menyulitkan penyandang disabilitas indera tunanetra untuk memilih atau salah memilih yang mengakibatkan surat suara tidak sah atau dianggap rusak. Adanya penolakan terhadap penyandang disabilitas mental yang dianggap tidak mampu menggunakan haknya karena kondisi mentalnya. Kondisi pandemi telah membatasi ruang gerak penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas akibat penyakit tertentu, tentunya membatasi diri untuk keluar rumah. Butuh kerja keras dan kerja cerdas untuk memenuhi target, hal ini perlu dilakukan dengan serius. Misalnya, pemenuhan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas berupa kesiapan fisik TPS, penyediaan template khusus bagi penyandang tuna netra dan pendamping pada saat pencoblosan. Hak penyandang disabilitas pada dasarnya diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain menegaskan hak politik penyandang disabilitas, UU tersebut juga menjelaskan bahwa mereka berhak untuk memiliki akses untuk menyalurkan pilihannya. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Penyandang disabilitas yang memenuhi persyaratan memiliki kesempatan yang sama dengan pemilih, sebagai calon anggota DPR, calon anggota DPD, calon Presiden/Wakil Presiden, calon anggota DPRD, dan penyelenggara pemilu.

• Penyandang Disabilitas Berhak Pendataan Khusus

Untuk memenuhi hak suara penyandang disabilitas, KPU dan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) perlu mengumpulkan data khusus penyandang disabilitas. Selain pencatatan identitas, pendataan ini juga perlu menyoroti kebutuhan khusus mereka agar penyelenggara pemilu dapat menyiapkan layanan dan fasilitas yang sesuai.

• Kaum Disabilitas mempunyai hak mendapatkan sosialisasi pemilu

KPU dan KPUD perlu melakukan sosialisasi bagi penyandang disabilitas sesuai kebutuhannya masing-masing, seperti menggunakan bahasa isyarat tangan, tulisan braille, atau berbagai metode lain yang diperlukan.

• Penyandang Disabilitas Menerima TPS yang Sesuai

KPU dan KPUD perlu dibuatkan TPS khusus yang memudahkan penyandang disabilitas. Kriteria untuk aksesibilitas telah dijelaskan dalam Buku Panduan Komisi Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Tahun 2017, yaitu:

1. TPS- TPS tidak didirikan di atas tanah berbatu, berbukit, dikelilingi parit atau parit, atau di tempat-tempat yang berundak.
2. Tinggi meja booth minimal 75 – 100 cm dari lantai dan minimal 1 meter antara meja dengan dinding/pembatas TPS.
3. Tinggi meja kotak suara minimal 35 cm dari lantai.
4. Pastikan tidak ada benda yang tergantung di langit-langit yang dapat membuat orang buta terbentur.
5. Perlengkapan TPS harus diatur agar tersedia ruang yang cukup bagi pengguna kursi roda untuk bergerak bebas di TPS.

• Disabilitas berhak menerima surat suara khusus KPU dan KPUD juga wajib memberikan surat suara khusus dengan huruf braile bagi penyandang tunanetra.
• Disabilitas Berhak Mendapat Bantuan Penyelenggara Pemilu juga perlu menyediakan pendamping untuk membantu penyandang disabilitas, khususnya penyandang disabilitas. Dalam hal ini pendamping perlu mengisi formulir pernyataan C3 yang harus disediakan oleh masing-masing TPS.

Undang-Undang Penyandang Disabilitas Nomor 4 Tahun 1997 yang telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 telah menjamin hak politik Penyandang Disabilitas. Selain UU No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak Penyandang Disabilitas juga menjamin hak politik Disabilitas. Hak Politik Penyandang Disabilitas diatur dalam Pasal 13, yaitu: Penyandang Disabilitas meliputi hak: Memilih dan dipilih dalam jabatan publik, Menyalurkan aspirasi politik baik tertulis maupun lisan, Memilih partai politik dan/atau perseorangan peserta pemilu, Membentuk, menjadi anggota dan/atau pengurus organisasi kemasyarakatan dan/atau partai politik; Membentuk dan bergabung dengan organisasi Penyandang Disabilitas dan mewakili Penyandang Disabilitas di tingkat lokal, nasional dan internasional. Berpartisipasi secara aktif dalam sistem pemilihan umum di semua tahapan dan/atau sebagian pelaksanaannya; Memperoleh aksesibilitas sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain, pendidikan politik. Pemerintah dalam Pasal 75 berkewajiban memastikan bahwa Penyandang Disabilitas dapat berpartisipasi secara efektif dan penuh dalam kehidupan politik dan publik secara langsung atau melalui perwakilan. Selain itu, Pemerintah berkewajiban menjamin hak dan peluang Penyandang Disabilitas untuk memilih dan dipilih. Dalam Pasal 76 Penyandang Disabilitas berhak memegang jabatan publik.

Pemerintah berkewajiban untuk Memastikan Penyandang Disabilitas agar dapat memanfaatkan penggunaan teknologi baru untuk membantu dalam pelaksanaan tugas, Menjamin kebebasan Penyandang Disabilitas untuk memilih pendamping sesuai pilihannya sendiri, Memperoleh informasi, sosialisasi dan simulasi di setiap tahapan pemilihan umum, pemilihan gubernur, pemilihan bupati/walikota, pemilihan kepala desa, atau nama lain; Menjamin pemenuhan hak untuk terlibat sebagai penyelenggara pemilihan umum, pemilihan gubernur, bupati/walikota, dan pemilihan kepala desa atau nama lain. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) tanggal 10 November 2011 menunjukkan komitmen dan kesungguhan Pemerintah Indonesia untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak Penyandang Disabilitas yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan Penyandang Disabilitas. Dengan demikian, Penyandang Disabilitas berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, merendahkan martabat manusia, bebas dari eksploitasi, kekerasan dan perlakuan semena-mena, serta berhak untuk mendapatkan Penghormatan atas integritas mental dan fisiknya berdasarkan kesamaan dengan orang lain, termasuk di dalamnya hak untuk mendapatkan Pelindungan dan pelayanan sosial dalam rangka kemandirian, serta dalam keadaan darurat. Oleh karena itu, Pemerintah berkewajiban untuk merealisasikan hak yang termuat dalam konvensi, melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan, termasuk menjamin Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas dalam segala aspek kehidupan seperti pendidikan, kesehatan, pekerjaan, politik dan pemerintahan, kebudayaan dan kepariwisataan, serta pemanfaatan teknologi, informasi, dan komunikasi.

Berdasar kepada Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) penjelasan pokok-pokok isi konvensi. Maka terkait langkah-langkah apa saja yang dilakukan pemerintah maupun KPU dalam pemenuhan hak memilih penyandang disabilitas. Adapun langkah atau program yang dilakukan pemerintah maupun KPU dalam pemenuhan hak memilih penyandang disabilitas, sebagai berikut:

1. Pemetaan (Mapping) wilayah. Pemetaan wilayah yang dimaksud di sini adalah memetakan per kecamatan untuk mempermudah proses pengumpulan data serta untuk mendapatkan data yang lebih akurat dari tiap-tiap wilayah.
2. Proses pendataan yang dilakukan pihak penyelenggara kepada penyandang disabilitas terkesan sama seperti pendataan yang dilakukan kepada masyarakat pada umumnya.

Pembatasan mengenai hak pilih berlaku pada penyandang disabilitas mental yang mengalami gangguan jiwa/ingatan dan juga sering disebut  di masyarakat dengan sebutan orang gila, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa disebut dengan Orang Dengan Gangguan Jiwa. Orang dengan gangguan jiwa yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih, maka akan didata oleh Komisi Pemilihan Umum untuk masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap dan dapat menyalurkan hak pilih dalam pemilu atau pilkada selagi dia tidak mengalami gangguan jiwa/ingatan secara permanen. Jadi menurut putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XIII/2015, penyandang disabilitas mental yang tidak dapat hak pilih yaitu orang dengan gangguan jiwa/ingatan permanen. Orang yang mengalami gangguan jiwa/ingatan secara permanen sudah wajar jika tidak diberikan hak pilih/memilih dalam pemilu dikarenakan dia juga tidak berkeinginan untuk memilih. Tolak ukur mereka tidak ingin memilih dapat dilihat dari mengurusi masalah dirinya sendiri saja dia tidak mampu apalagi untuk menentukan sebuah pilihan yang dia pilih dalam pemilu.

Penutup

Pemerintah memberikan perlindungan hukum bagi kaum disabilitas dalam pemilu dengan mengeluarkan beberapa regulasi seperti UUD 1945, UU HAM, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas. Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah maupun KPU dalam pemenuhan hak memilih penyandang disabilitas. Adapun langkah atau program yang dilakukan pemerintah maupun KPU dalam pemenuhan hak memilih penyandang disabilitas, sebagai berikut:

1. Pemetaan (Mapping) wilayah. Pemetaan wilayah yang dimaksud disini adalah memetakan perkecamatan untuk mempermudah proses pengumpulan data serta untuk mendapatkan data yang lebih akurat dari tiap-tiap wilayah.
2. Proses pendataan yang dilakukan pihak penyelenggara kepada penyandang disabilitas terkesan sama seperti pendataan yang dilakukan kepada masyarakat pada umumnya.

 

Daftar Pustaka

kumparan. “9.838 Orang Difabel di Kalsel Masuk DPT Pemilu 2019.” Diakses 17 November 2020. https://kumparan.com/banjarhits/9-838-orang-difabel-di-kalsel-masuk-dpt-pemilu-2019-1547294928176377566.

Arumanadi, Bambang. Konsepsi negara hukum menurut UUD 1945. IKIP Semarang Press, 1993.

Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi dan konstitusionalisme Indonesia. Sinar Grafika, 2010.

Buchori, Mochtar. Indonesia mencari demokrasi: kumpulan karangan. Insist Press, 2005.

Hakim, Abdul Aziz, dan Iswandi Syahputra. Negara hukum dan demokrasi di Indonesia. Pustaka Pelajar, 2011.

Hanifah, Ida. Pedoman Penulisan Tugas Akhir Mahasiswa. Medan: Pustaka Prima, 2018.

Huda, Ni’matul. Negara hukum, demokrasi & judicial review. UII Press, 2005.

MD, Moh. Mahfud. “Mahkamah Konstitusi dan Masa Depan Demokrasi Indonesia.” Bahan Orasi  Ilmiah disampaikan dihadapan Rapat Senat Terbuka Universitas Andalas, 2008.

Media, Kompas Cyber. “INFOGRAFIK: Pemilih Penyandang Disabilitas dalam Pemilu 2019.” KOMPAS.com. Diakses 17 November 2020. https://nasional.kompas.com/read/2019/03/19/15285281/infografik-pemilih-penyandang-disabilitas-dalam-pemilu-2019.

Mujaddid. Kesehatan anak dengan Disabilitas. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014.

Nursyamsi, Fajri. Kerangka hukum disabilitas di Indonesia: menuju Indonesia ramah disabilitas. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, 2015.

Partisipasi polotik pemilih difabel di desa Sidoharjo kecamatan Jambon kabupaten Ponorogo dalam pilkada serentak 2015 | Perpustakaan FIS. Diakses 17 November 2020. //library.fis.uny.ac.id%2Fopac%2Findex.php%3Fp%3Dshow_detail%26id%3D7471.