
Sistematika Penulisan Fikih Menurut Mazhab Syafi’ i
- Posted by Tim Humas Fasya
- Categories ARTIKEL
- Date 16/05/2025
Oleh: Drs. H. Ruslan, M.Ag
- Pendahuluan
Kalau Abu Hanifah dijuluki sebagai Imam al-A’zham (Imam Besar) dan Imam kaum rasionalis, maka Imam al-Syafi’i dipanggil sebagai nashir al-sunnah (pembela sunnah)dan Imamnya kaum moderat. Imam Malik dijuluki imam kaum tradisionalis dan Hanbali terkenal dengan sebutan kaum konservatif. [1]Empat imam tersebut adalah mujtahid mutlak. Tiga dari empat al-musnad aI-asanid). Menurut al-Imam al- kitab tersebut disyarah oleh al-Imam al-Hammam Nashr al-Sunnah al-Malla’ Aly al-Qary dan dapat ditemukan di perpustakaan Imam Jama Lebak Bulus Jaksel.[2] Tiga yang disebut terdahulu mempunyai Musnad dan Imam Malik memiliki al-Muwaththa.[3] Sebagai mujtahid mutlak tentu tidak aneh kalau ke dua imam tersebut menguasai hadis. Penguasaan terhadap hadis adalah syarat menjadi mujtahid. Secara historis Imam Syafi’I (150-204 H) pernah berguru dengan Imam Hasan Khawarizmi Abu Hanifah menulis 15 jilid kitab. Satu jilidnya dari 15 jilid disyarah oleh Al-Imam al-Malla’ Ali al-Qari.[4]
Imam al-Syaibani ( dan berguru pula dengan Abu Yusuf (113 H-182 H) keduanya murid Abu Hanifah. Fikih Syafi’I berpusat pada empat sumber: al-Kitab, al-Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Ini artinya sumber hukum tersebut menunjukkan urutan prioritas. Maksudnya yang datang belakangan senantiasa bersandar kepada yang mendahuluinya. Al-Syafi’I tidak hanya sekedar meletakkan asumsi dasar kedua terhadap sunnah tetapi juga berupaya meletakkan asumsi dasar bahwa sunnah adalah bagian organik dalam struktur al-kitab.[5] Kalau kita pinjam perkataan Imam al-Auza’i yang dikutip oleh al-Syathibi: “Alquran lebih membutuhkan kepada sunnah daripada Alquran terhadap sunnah”.[6] Dari sini diduga berkembang teori al-Bayan (bayan tafsir, bayan tawkid, bayan tafshil, dll termasuk insa al-hukm/berdiri sendiri mengeluarkan hukum). Tulisan berikut ini adalah kelanjutan tulisan bagian pertama sistematika penulisan fikih mazhab Hanafi. Bagian kedua ini membahas sistematika penulisan fikih mazhab Al-Syafi’i.
2. Korelasi Topik-topik Fikih Mazhab Syafi’i
Dalam menyusun topik-topik fikih, ulama Syafi’iyah menempuh cara khusus, dengan lebih memperhatikan makna-makna dan pemikiran-pemikiran agar lebih mudah diingat, cepat dirujuk dan terjangkau. Berikut ini dipaparkan wujud nyata dari bentuk penyusunan bab-bab tersebut disertai dengan hubungan rasional antara masing-masingnya sebagaimana terdapat dalam kitab-kitab fikih ulama karya Syafi’iyah. Al’Allamah Syamsuddin Muhammad ibn Ahmad al-Ramli menjelaskan arti penting dari topik-topik fikih serta posisi masing-masing dan bagian lainnya sesuai arti pentingnya. Penjelasan itu secara keseluruhannya menggambarkan bab-bab fikih yang ada dalam mazhab Syafii. Sebagaimana dapat dilihat dalam pernyataan berikut:
Pemuka-pemuka ulama Syafi’iyah mengawali pembahasaan kitab-kitab kitabnya dengan bab thaharah sesuai dengan khabar dari Rasul: مفتاح الصلاة الطهور ditambah lagi bahwa Rasul saw ketika menyebarkan syiar Islam yang lima lagi bahwa Rasul ketika menyebutkan salat pada urutan kedua sesudah syahadatain yang merupakan kajian ilmkalam selain itu adalah karena thaharah itu merupakan syarat salat yang terpenting yang mereka dahulukan atas syarat lainnya, sebab ia adalah ibadah jasmani yang utama setelah iman. Dan syarat menurut tabiatnya, harus didahulukan atas masyruthnya (dalam hal ini salat), karena itu dalam penyusunan buku, ia juga harus didahulukan.
Tidak diragukan lagi hukum-hukum syara’ tidak terlepas kaitannya , baik dengan ibadat, muamalah , munakahat ataupun jinayat. Sebab tujuan diutusnya Rasul adalah menata keadaan hamba, baik untuk hari esok maupun bagi kehidupan duniawi. Teraturnya kehidupan manusia hanya akan tercapai apabila daya berpikir, daya biologis, dan daya amarah (الغضبية (manusia itu sempurna. Semua yang dibahas dalam fikih terkait dengan kesempurnaan atau Oleh karena itu bidang-bidang ibadat sebab dengan ibadat istilah daya berpikir dapat sempurna.
3. Sistematika Penulisan Fikih al-Syafi’i
Ulama syafi’iyah membagi bab-bab dan topik-topiknya ke dalam 4 bagian pokok:
-Bagian pertama: Ibadat ربع العبادات ))
-Bagian kedua: muamalat ( ربع المعاملات)
-Bagian ketiga: Nikah (ربع النكاح)
–Bagian keempat: Jinayat dan Mukhashamat ( ربع الجنايات و المخاصمات)
Bagian pertama kitab Ibadat
Al-Allamah Sulaiman al-Bujairimi (w.1221) berkata: “ibadat didahulukan atas lainnya karena ia lebih penting. Ia juga menjelaskan bahwa kebahagian dunia dan akhirat berisi:
- Kitab al-Thaharah
- Kitab al-Shalat
- Kitab al-Zakat
- Kitab al-Shiyam
- Kitab al-I’tikaf
- Kitab al-Hajj
Bagian Kedua Mu’amalat
Bagian muamalat mencakup bab riba, bab jual beli yang terlarang, bab al-khiyar, bab al-tauliyah, bab tentang jual beli pokok kayu dan buah-buahan, bab berbedanya pendapat dua orang yang berjual beli dan bab muamalahnya hamba.
Termasuk juga: kitab salam, kitab rahn, kitab taflis, kitab syarikah, kitab al-wikalah, kitab al-Iqrar, kitab al-Ariyah, kitab al-ghashab, kitab al-qiradh, kitab al-ijarah, kitab ihya al-mawat, kitab waqf, kitab hibah, kitab luqathah, kitab laqith dan kitab ju’alah.
Kitab al-Faraidh كتاب الفرائض ))
Kitab al-Faraidh merupakan bagian tersendiri dalam mazhab Syafi’i. ia diletakkan dibelakang kitab ibadat dan mu’amalah. Karena ibadah itu sangat diperlukan oleh manusia sejak manusia itu dilahirkan sampai dia mati. Sesudah kitab faraidh adalah kitab wasiat dan hubungan dengan kitab faraidh cukup jelas.
-Kitab al-Wadi’ah kitab al-shadaqat كتاب الوديعة كتاب قسم الصدقات
Hubungan antara kitab wasiat dan kitab Wadiah ialah bahwa pada akhir kitab wasiat terdapat fasal tentang wasiat untuk membayar hutang, melaksanakan wasiat dan mengurus anak-anak” semua ini merupakan kumpulan dari beberapa amanah pada diri penerima wasiat yang berdasarkan aturan taukilnya harus ia laksanakan aturan taukilnya, harus ia laksanakan dengan jujur dan benar.Wadiah ini termasuk kelompok amanah. Orang yang menerima titipan adalah wakil dari yang menitip dalam hal ini memelihara ia tidak boleh melakukan apa-apa terhadap barang titipan kecuali izin penitip barang. Dan pengertian seperti ini tampak jelas dalam definisi wadi’ah… Bagian shadaqah kebanyakanulama memasukkan kitab zakat. Dalam kitab al-Umm kitab shadaqat oleh aimam Syafi’I di akhir kitab zakat. Cara syafi’I itu diikuti segolongan ulama di antaranya pengarang al-Raudhah dan cara itulah yang lebih cocok.
Bagian Ketiga Kitab al- Nikah ( كتاب النكاح )
Bagian ini ditempatkan sesudah bagian muamalat karena kebutuhan kepadanya di bawah kebutuhan pada muamalat, karena pertama kali yang diperlukan manusia dalam berusaha mempertahan hidupnya lalu apabila masalah dalam kehidupan belum terpenuhi dan ia telah mampu memenuhi kehidupaqn dan bahkan berlebih, maka ia mulai berpikir untuk kawin. Walhasil dia kebutuhan skunder (kedua).
Kitab nikah ini berisi: kitab al-sadaq, kitab al-khulu’,kitab al-thalaq,kitab al-raj;ah, kitab al-ila, kitab al-zhihar, Kitab al-lian, kitab al-‘Adad, kitab al-radha’, dan kitab al-nafaqat.
Bagian keempat kitab al-Jarah ( الجرح ) كتاب الجنايات و المحاصمات ) (sebagian ulama menggunakan istilah kitab al-jinayah)
Kitab al-jinayat ini meliputi:
Kitab al-diyat, kitab al-riddah, kitab al-zina. Kitab had al-qazaf, kitab qath’ al-sariqah, kitab al-asyribah, kitab fasal mengenai ta’zir. Termasuk juga ke dalam kandungan di bagian ini “kitab al-shiyal, dan ia singgung juga dalam kitab itu tentang hukum khitan dan hukum memusnahkan hewan-hewan ternak…
Kitab al-Siyar (sejarah perjuangan hidup kaum muslimin)
Kitab al-Siyar ini meliputi: kitab jizyah dan kitab al-hudnah dan kitab al-Shaid wa al-zabaih, dan sebagian ulama memasukkan kitab hudud. Termasuk dalam bab ini kitab mengenai makanan yang halal dan yang haram.
Kitab lomba menungang kuda atau seumpamanya.
Di dalam Mugni al-Muhtaj terdapat judul Kitab al-Musabaqah wa al-munadhalah. Kedua judul ini merupakan kelanjutan dari kitab siyar dan kitab al-shaid karena musabaqah itu adalah penunjang bagi kegiatan berburu yang sah karena itu pada tempatnyalah mengiringi bab-bab terdahulu dengan kitab musabaqah ini guna menjelaskan ketentuan-ketentuan hukum yang berhubungan dengannya.
Kitab mengenai Sumpah dan Nazar
Ia didahulukan atas masalah peradilan karena seorang hakim kadang-kadang memerlukan sumpah dari orang yang bertikai dan menggabungkan dengan nazar.
Kitab al-Audhiyah wa Syahadat
Kitab ini meliputi kitab al-qadha, kitab al-syahadat, dan al-bayyinat
Para pengarang mazhab Syafi’I menutup topic-topik fikih dengan kitab al-Itq karena memperhatikan makna kejiwaannya, yaitu mengharap agar tafaul dillepaskan Tuhan dari siksaan neraka.
Penutup
Demikian tulisan bagian kedua ini, semoga ada pelajaran yang bisa diambil yang terkait sistematika penulisan fikih al-Syafi’i ini. Dalam buku yang menjadi rujukan utama sistematika penulisan fikih al-Syafi’i ini belum terlihat adanya fikih yang bercorak sufistik, padahal sudah ada karya al-Ghazali Ihya ‘Ulumuddin dan muncul juga dalam karya al-Falimbani Hidayatus salikin.
—————————————————–
[1]Baca bukunya Dr. Umar al-Faroq, dari Tradisionalisme sampai Konservatisme, (Jakarta: 1985), hlm. (semua halaman)
[2] Perpustakaan Iman Jama menyimpan buku-buku klasik seperti al-Muhaddits al-Fashil baina Rawi wal wa’I karya al-Ramahurmuzi, IMa’rifat Ulumul Hadits karya al-Razi, dan lain-lain. Lihat juga, Imam Malla’ Aly al-Qari, Syarh Musnad Abi Hanifah, (Beirut: Dar al-Ku`tub al-‘ilmiyyah, tt.), hlm. 5.
[3] Musnad/ Masanid dan al-Muwaththa/al- Muwaththaat penamaan untuk kitab hadis yang bercampur kualitasnya (tidak hanya hadis shahih); tapi juga adahadis dhaif (munqathi,mursal, dll).
[5] Lihat Nasr Hamid Abu Zayd, Imam Syafi’i, Moderatisme, Eklektisisme, Arabisme, (Yogyakarta: LKis, 2001), hlm. 5.
[6] Al-Syathibi, al-Muwafaqat, IV, t.th, hlm. 6.
Tag:Edisi Jumat
Previous post
Mahasiswa PKPM Fakultas Syariah UIN Antasari Ikuti Pelatihan Sembelih Halal Jelang Idul Adha
You may also like

SISTEMATIKA PENULISAN FIKIH MAZHAB MALIKI (Bagian III)

Aksiologi Pernikahan: Jalan Suci Menuju Cinta-Nya
