Banjarmasin, 7 November 2024

Fakultas Syariah UIN Antasari kedatangan Dr. Eve Warburton, peneliti dan pengajar dari Australian National University (ANU) di Canberra. Dalam rangka riset lapangannya di Indonesia, Dr. Eve berkunjung ke Banjarmasin dan menyempatkan diri untuk mengisi kuliah umum bagi mahasiswa S1. Sekitar 100 mahasiswa dari Program Studi Hukum Tatanegara (HTN) dan Hukum Keluarga Islam (HKI) memenuhi Aula Fakultas Syariah untuk mendengarkan paparan beliau tentang fenomena politisi dengan latar belakang bisnis. Acara ini dihadiri oleh Dekan Fakultas Syariah, Dr. Amelia Rahmaniah, Ketua Program Studi HTN, Arie Sulistyoko, MSI, serta beberapa dosen Fakultas Syariah, termasuk Sekretaris Program Studi HTN, Dr. H. Anwar Anwar Hafidzi, Sulaiman Kurdi, MSI, Ergina Faralita, MH, Fauziah Hayati, MH dan Ahmad Muhajir, PhD yang bertugas sebagai moderator.

Menggali Keterlibatan Pengusaha dalam Politik dan Implikasinya bagi Kebijakan Publik

Kuliah tamu ini mengangkat tema yang relevan untuk memahami dinamika politik Indonesia saat ini: “Politisi Bisnis di Indonesia.” Kegiatan berlangsung dari pukul 14.00 hingga 16.00 WITA. Pembicara, Dr. Eve Warburton, adalah Direktur ANU Indonesia Institute di Coral Bell School of Asia Pacific Affairs, ANU.

Dalam paparannya, Dr. Eve Warburton memulai dengan menguraikan fenomena keterlibatan pengusaha dalam politik Indonesia yang semakin dominan dalam beberapa tahun terakhir. Ia mencatat adanya pergeseran komposisi politisi di lembaga politik, mulai dari menteri hingga anggota DPR dan DPRD, di mana semakin banyak politisi dengan latar belakang bisnis. Hal ini, menurutnya, membawa dampak signifikan pada arah kebijakan politik negara. Melalui kuliah ini, ia mengajak peserta untuk memahami perubahan tersebut, baik dari segi dampak positif maupun tantangannya.

Dr. Eve Warburton menjelaskan peningkatan jumlah pengusaha dalam politik Indonesia. Tingginya biaya untuk berpolitik membuat hanya kalangan tertentu, seperti pengusaha, yang mampu menduduki posisi strategis. Selain itu, perubahan preferensi masyarakat turut berperan. Kehadiran Presiden Jokowi, yang memiliki latar belakang bisnis, juga dianggap mendorong politisi pebisnis untuk berperan lebih besar dalam pemerintahan, terutama dalam mendukung agenda ekonomi dan pembangunan.

Dr. Eve menjelaskan bahwa banyak pengusaha tertarik masuk ke dunia politik untuk memperbaiki sektor yang relevan dengan bisnis mereka, memanfaatkan informasi dan jaringan politik untuk memperluas usaha, serta melindungi kepentingan mereka dari risiko politik. Keterlibatan ini, yang dikenal sebagai “politik untuk perlindungan,” memungkinkan pengusaha berperan sebagai politisi untuk menjaga aset dan menghindari ketidakpastian regulasi yang dapat merugikan usaha mereka, serta mempengaruhi kebijakan investasi sesuai kebutuhan bisnis.

Dr. Eve menjelaskan bahwa memahami latar belakang politisi sangat penting dalam menganalisis kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan. Dalam berbagai penelitian komparatif, ditemukan bahwa politisi yang berlatar belakang pengusaha cenderung memiliki pendekatan berbeda dalam pengambilan kebijakan, dengan fokus pada reformasi ekonomi dan kebijakan yang pro-pengusaha, serta mendorong pertumbuhan melalui investasi. Pendekatan ini, katanya, dapat meningkatkan pembangunan infrastruktur dan daya tarik investasi asing.

Penelitian Dr Eve belum sampai pada kesimpulan akhir mengenai dampak kehadiran signifikan dari politisi berlatar pebisnis di Indonesia. Namun, Dr. Eve mengingatkan bahwa literatur komparatif juga menunjukkan bahwa pemerintahan yang didominasi politisi dari kalangan bisnis lebih mengutamakan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi dibandingkan pengembangan pelayanan publik. Akibatnya, alokasi anggaran untuk sektor publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan subsidi untuk kalangan masyarakat bawah menjadi lebih kecil, sementara pajak untuk orang kaya dikurangi. Situasi ini berpotensi menimbulkan ketimpangan yang dapat berdampak negatif pada masyarakat, terutama bagi kelompok yang bergantung pada fasilitas publik. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah politik bisnis ini akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau justru memperlebar kesenjangan.

Dr. Eve juga mengaitkan pembahasan ini dengan kondisi di Kalimantan Selatan, yang kaya akan sumber daya alam dan menjadi daya tarik bagi pengusaha untuk terjun ke politik guna mengamankan kepentingan bisnis mereka. Menurutnya, dinamika ini perlu dikaji lebih dalam untuk memahami bagaimana keterlibatan pengusaha dalam politik dapat mempengaruhi kebijakan daerah dan kesejahteraan masyarakat setempat. Dengan latar belakang politik dan ekonomi yang khas, Kalimantan Selatan menjadi studi kasus menarik untuk memahami lebih lanjut mengenai politik bisnis di tingkat daerah.

Melalui kuliah tamu ini, Dr. Eve Warburton berharap para mahasiswa dapat lebih memahami dampak positif dan tantangan dari keterlibatan pengusaha dalam politik, serta mempertimbangkan implikasi fenomena ini bagi kebijakan publik. Diskusi ini tidak hanya memperkaya pemahaman mahasiswa tentang peran pengusaha di panggung politik nasional, tetapi juga mengajak mereka untuk lebih kritis melihat dampaknya dalam konteks lokal, khususnya di Kalimantan Selatan.

Mahasiswa Antusias Bertanya tentang Tantangan dan Peluang di Era Politisi Bisnis

Sesi tanya jawab berlangsung dengan sangat menarik, di mana sembilan mahasiswa secara bergantian mengajukan pertanyaan dan respon yang bagus, baik tentang politik Indonesia, perbandingan dengan politik Australia, maupun politik lokal di Kalimantan Selatan. Dr. Eve mengungkapkan bahwa antusiasme audiens melebihi ekspektasinya. “Mahasiswa Indonesia lebih bersemangat daripada mahasiswa saya di Australia,” katanya. “Semua pertanyaan yang diajukan tajam, sulit dijawab, dan menunjukkan bahwa mereka menyimak presentasi saya dengan baik.”

Sesi tanya jawab berlangsung lebih lama daripada presentasi, dengan audiens menerima jawaban yang mendalam, dilengkapi data aktual yang dianalisis dengan rapi. Salah satu mahasiswa bertanya tentang pandangan Dr. Eve mengenai langkah-langkah untuk memperbaiki budaya korupsi di kalangan partai politik. Dr. Eve menjelaskan bahwa ada dua program reformasi yang perlu dipertimbangkan secara serius: pertama, peningkatan pembiayaan partai politik oleh negara; dan kedua, pengawasan ketat terhadap penerimaan dana dari sumber lain. Jika kedua hal ini dilaksanakan secara bersamaan dan efektif, kecenderungan partai politik untuk mencari pendanaan melalui korupsi APBN dan APBD akan berkurang secara drastis.

Seorang mahasiswa bertanya tentang prediksi Dr. Eve terhadap pemerintahan Prabowo yang baru saja dimulai. Dr. Eve menjelaskan bahwa bagi banyak pengamat politik Indonesia, gaya kepemimpinan Presiden Prabowo masih menjadi misteri, mengingat ia belum pernah menjabat sebagai Gubernur, Walikota, atau dalam posisi eksekutif lainnya, kecuali sebagai Menteri Pertahanan. Beberapa komentar yang ia dengar menunjukkan bahwa Prabowo Subianto telah banyak berubah sejak kampanyenya di 2014 dan 2019, ketika ia menggunakan retorika populis yang memecah belah. Namun, Dr. Eve mengungkapkan kekhawatiran terkait rekam jejak Prabowo dan Partai Gerindra, yang pernah berusaha menghapus sistem pemilihan langsung untuk gubernur, bupati, dan walikota. Banyak pengamat demokrasi meyakini bahwa pemilihan langsung merupakan benteng penting bagi demokrasi, sehingga penghapusannya dapat memperburuk kualitas demokrasi di Indonesia. Dr. Eve menekankan bahwa kita perlu melihat perkembangan gaya pemerintahan Presiden Prabowo ke depan, karena saat ini masih terlalu awal untuk memberikan penilaian.

Saran untuk Calon Akademisi Masa Depan

Di bagian penutup, Dr. Eve menjawab permintaan Ibu Ergina untuk memberikan nasihat kepada mahasiswa yang ingin menjadi akademisi dan peneliti seperti dirinya. Ia memberikan tiga saran: selalu pupuk rasa ingin tahu (be curious), penuh semangat (be passionate), dan senantiasa kritis terhadap informasi yang diterima (be critical). Dr. Eve yakin bahwa dengan mengadopsi ketiga sikap ini, jalan menuju cita-cita sebagai akademisi dan peneliti akan terbuka lebar.