
Wujud Implementasi MoU, Fakultas Syariah dan Kemenham Kalsel Bedah Perda Bermasalah
- Posted by Tim Humas Fasya
- Categories BERITA, Kabar Pusat Studi Syariah dan Hukum
- Date 17/09/2025
Sebagai wujud implementasi nyata dari Nota Kesepahaman (MoU), Fakultas Syariah UIN Antasari melalui Pusat Studi Syariah dan Hak Asasi Manusia berkolaborasi dengan Kantor Wilayah Kementerian HAM Kalimantan Selatan untuk menggelar diskusi bertajuk Analisis dan Penelaahan Produk Hukum Daerah dari Perspektif HAM. Kegiatan dilaksanakan selama dua hari, Senin dan Selasa, 15-16 September 2025 yang bertempat di Aula Kemenham Kalsel, Jl. Batu Besar No. 9 Banjarmasin.
Kegiatan ini merupakan langkah konkret dari kerja sama institusional yang bertujuan untuk mensinergikan keahlian akademis dengan tugas dan fungsi pemerintah dalam pengharmonisasian peraturan. Bertindak sebagai narasumber dan pembedah utama adalah Prof. Dr. H. Jalaluddin, M.Hum (Guru Besar Bidang HAM Fakultas Syariah) dan Dr. H. Nuril Khasyi’in, Lc, MA (Ketua Pusat Studi Syariah dan Hak Asasi Manusia Fakultas Syariah).
Forum ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, mulai dari Bidang Instrumen dan Penguatan HAM Kemenham Kalsel JFT Perancang Peraturan Perundang-undangan, Analis Hukum, dan Penyuluh Hukum Kanwil Kemenkum Kalsel, perwakilan Bagian Hukum dan Satpol PP Kota Banjarbaru. Berhadir pula tim dosen dari Pusdi Syariah dan HAM Fakultas Syariah UIN Antasari yang terdiri dari Dr. Hj. Yusna Zaidah, MH, Dr. Zainal Muttaqin, M.Ag, Dr. Arie Sulistyoko, S.Sos, MH, H. Fuad Luthfi, S.Ag, MH, Muhammad Haris, M.Kn, Miftah Faridh, S.HI, M.HI, dan Najwa Shurrahmah (mahasiswa prodi Hukum Tata Negara).
Hari Pertama: Bedah Aspek HAM Perda Ramadhan Kota Banjarbaru Acara dibuka oleh Kepala Bidang Instrumen dan Penguatan HAM, Herman Susanto. Ia menegaskan bahwa kolaborasi dengan akademisi adalah langkah strategis untuk memastikan setiap regulasi di daerah sejalan dengan prinsip-prinsip HAM yang dijamin konstitusi. Bertindak sebagai pemandu diskusi Analis HAM Ahli Muda, Muhammad Yusup yang sebelumnya memberikan kuliah umum mewakili kepala Kanwil Kemenham Kalsel pada pembukaan perkuliahan Fakultas Syariah Semester Ganjil 2025-2026 sepekan yang lalu.
Fokus utama kajian ini adalah Peraturan Daerah (Perda) Kota Banjarbaru Nomor 4 Tahun 2005 yang mengatur tentang Ketentuan Khusus Kegiatan Usaha Rumah Makan hingga Merokok di Tempat Umum pada Bulan Ramadhan dinilai memiliki sejumlah potensi pelanggaran hak asasi manusia. Dalam analisisnya, Prof. Jalal memaparkan bahwa Perda tersebut secara substantif berpotensi melanggar hak asasi manusia. “Perda ini memuat larangan yang sangat membatasi kebebasan individu, terutama hak atas kebebasan beragama bagi warga non-Muslim atau Muslim yang tidak berpuasa,” papar Prof. Jalaluddin.
Dari sisi legalitas formal, ia menyoroti kelemahan mendasar pada perda tersebut. “Dalam konsideran hukumnya, Perda ini tidak mencantumkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM sebagai rujukan. Ini menunjukkan adanya masalah dalam harmonisasi hukum, sehingga perda ini berpotensi bertentangan dengan peraturan nasional yang lebih tinggi,” tegasnya.
Pandangan ahli ini diperkuat dalam sesi diskusi, di mana peserta menyoroti potensi diskriminasi, risiko kriminalisasi pedagang kecil, dan gesekan sosial yang dapat mengganggu keharmonisan. Berdasarkan hasil analisis dan diskusi mendalam, forum menyepakati bahwa temuan-temuan ini akan dituangkan dalam sebuah rekomendasi resmi bersama. Rekomendasi tersebut akan disampaikan kepada Pemerintah Kota Banjarbaru sebagai bahan evaluasi untuk melakukan revisi terhadap Perda.
Hari Kedua: Soroti HAM dalam Perda Penataan Pasar di Banjarmasin Tidak kalah menarik dibandingkan hari sebelumnya, kali ini Kanwil Kemenham Kalsel menyoroti keberadaan Perda Kota Banjarmasin Nomor 20 Tahun 2012 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern. Diskusi ini kembali melibatkan tim Dosen Fakultas Syariah, para Analis Hukum dan Perwakilan Pemkot Banjarmasin.
Paparan perspektif HAM sekaligus pemantik diskusi disampaikan oleh Dr. H. Nuril Khasyi’in, Lc., MA, dari Fakultas Syariah. Ia menegaskan bahwa perda ini perlu dikaji kembali agar lebih berpihak pada hak asasi manusia (HAM) dan keadilan sosial.
Menurut Nuril, niat perda ini sebenarnya baik, yaitu menciptakan keseimbangan antarapasar tradisional dan pasar modern. Namun dalam praktiknya, aturan tersebut masih menyimpan sejumlah persoalan. Ia menekankan bahwa pasar tumbuh secara organik. Dilihat dari sudut pandang HAM, beberapa pasal dalam Perda ini dinilai berpotensi menimbulkan ketidakadilan. Kebolehan mendirikan minimarket di setiap jaringan jalan termasuk lingkungan perumahan, misalnya, dianggap dapat mengancam kelangsungan usaha warung kecil dan pedagang tradisional.
Pasal 27 yang mengatur tentang sanksi pidana berupa kurungan 6 bulan atau denda sebesar Rp50 juta juga dinilai tidak proporsional. Kriminalisasi atas pelanggaran administratif, seperti izin atau lokasi, dapat sangat membebani pedagang kecil. Prinsip HAM mengajarkan adanya proporsionalitas dalam penghukuman, sehingga perlu dibedakan antara pelanggaran yang dilakukan pemodal besar dengan yang dilakukan oleh pedagang kecil. Sanksi edukatif atau administratif lebih tepat diterapkan kepada UMKM, sedangkan sanksi pidana berat baru diberikan kepada pengusaha besar yang melanggar aturan.
Nuril juga menyoroti bahwa perda ini belum adaptif terhadap perkembangan zaman. Saat ini, tantangan pedagang tradisional bukan hanya datang dari minimarket waralaba, tetapi juga dari e-commerce dalam beragam platform marketplace. Kehadiran perdagangan digital menambah tekanan terhadap pasar tradisional, sehingga regulasi semestinya juga mampu mengantisipasi fenomena ini dengan menyediakan ruang inovasi dan pemberdayaan berbasis teknologi bagi pedagang kecil. Tidak hanya itu, Ketua Pusdi Syariah dan HAM yang pernah mengecap pendidikan di Universitas Al-Azhar Kairo ini juga mengamati dari perspektif gender, aspek keberlanjutan lingkungan yang luput dari perhatian Perda, problematika efektivitas hukum.
Dalam diskusi yang juga mendengarkan masukan dan ide-ide para peserta, narasumber menawarkan sejumlah solusi berbasis HAM agar Perda ini bisa lebih afektif dan berkeadilan. “Perda yang berpihak pada rakyat kecil akan memastikan bahwa hak asasi manusia tidak hanya berhenti pada tataran teks, tetapi benar-benar hadir dalam kehidupan sehari-hari masyarakat,” imbuh Dr. H. Nuril Khasyi’in Lc., MA yang saat ini juga menjabat sebagai Sekretaris Prodi Strata III Ilmu Syariah pada Pascasarjana UIN Antasari.
Kegiatan selama dua hari ini tidak hanya menegaskan peran aktif Kanwil Kemenham Kalsel dalam mengawal produk hukum, tetapi juga membuktikan bahwa sinergi antara pemerintah dan perguruan tinggi sangat efektif. Kolaborasi strategis ini diharapkan dapat terus berlanjut untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan daerah yang lebih adil, tidak diskriminatif, serta mampu menjaga tatanan masyarakat yang plural dan harmonis. (*MF/NK)





Tag:Pussyham
You may also like
