Bertauhid untuk Kemandirian Bangsa

Edisi Jum’at, 19 Mei 2023

BERTAUHID UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA

Imam Alfiannor

imamalfiannor@uin-antasari.ac.id

Sekitar pertengahan tahun 1997, satu tahun sebelum orde reformasi bergulir, secara perlahan tapi pasti badai krisis moneter akhirnya menerpa Indonesia. Dampaknya pun di luar perkiraan semua orang karena begitu besar kerusakan yang ditimbulkannya, lebih parah dari negara-negara yang juga mengalami badai serupa. Bahkan ketika negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand pulih dari dampak krisis moneter, justru Indonesia terlihat pasrah dengan takdir yang menimpanya. Unik dan aneh, itulah kedua istilah yang pantas dilekatkan kepada bangsa ini. Unik, karena bangsa Indonesia begitu kuat melakoni seluruh akibat dari krisis yang berkepanjangan. Aneh, karena bangsa ini sesungguhnya bangsa patriotik dan mendiami wilayah yang sangat kaya akan sumber daya alamnya, namun hingga tulisan ini diturunkan krisis bangsa ini tak kunjung selesai.

Sebagai umat beragama, bangsa Indonesia meyakini keadilan Tuhan yang memberikan hikmah atas nasib manusia. Keyakinan itu pun berdasarkan sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang Tuhan Yang Maha Esa. Namun sayang hikmah yang dipahami sebatas doktrin agama yang statis, misalnya dalam ajaran Islam dijumpai hadist yang menjamin pengurangan bahkan penghapusan dosa-dosa apabila sabar dalam menjalani cobaan. Padahal bagi penulis, kandungan hadist tersebut sekadar motivasi agar terhindar dari rasa keputusaan atau pesimistis, karena pesimistis bukan karakter seorang muslim. Disamping itu, sesungguhnya hadits tersebut harus dipahami secara dinamis, karena ujian apa pun bentuknya merupakan media intropeksi dan kesimpulan yang didapat dari hasil perenungan atas ujian yang ia alami merupakan hikmah. Contohnya adalah ujian yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Ujian itu adalah krisis ekonomi sejak tahun 1997 hingga masa yang belum pasti. Krisis ekonomi yang belum usai disebabkan oleh kebangkrutan ekonomi yang sistemik diiringi oleh bentuk krisis yang lain seperti krisis sosial, krisis budaya, dan krisis moral. Penyelesaian krisis ini diperlukan perioritas atau bagian yang mana terlebih dahulu untuk disembuhkan.

Pemerintah orde reformasi sejak kepemimpinan Presiden B.J. Habibie hingga kepemimpinan Megawati, Presiden RI sekarang, meletakan penyelesaian krisis ekonomi sebagai perioritas utama di antara krisis-krisis yang menyertainya. Pemerintahan Megawati melalui kabinet Gotongroyongnya berusaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator membaiknya perekonomian negara. Berbagai upaya pun ditempuh seperti meningkatkan kuota ekspor baik migas maupun non migas dan meminta bantuan dana tambahan kepada lembaga keuangan dunia untuk meningkatkan cadangan devisa serta memenuhi target APBN yang ditetapkan setiap tahunnya. Alhasil perekonomian negara pun mulai membaik, laju inflasi dapat ditekan, lapangan kerja mulai membaik dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar semakin stabil.

Perekonomian yang membaik semula dianggap sebagai solusi terbaik bagi bangsa dan negara ini. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi adalah indikator kesejahteraan penduduk negeri ini. Berawal dari kesejahteraan yang baik berlanjut pada terciptanya kestabilan politik dan keamanan, maka angka kriminalitas pun semakin menurun. Selanjutnya pembangunan di segala bidang pun dapat berjalan dengan lancar. Itulah prakiraan para ekonom kita tentang solusi atas krisis bangsa ini.

Beberapa bulan yang lalu, Kwik Yan Gie, salah seorang anggota tim ekonomi pemerintahan Megawati dan juga merangkap sebagai kepala Bappenas, mengusulkan kepada pemerintah untuk mengakhiri hubungan dengan lembaga keuangan dunia, IMF. Kwik menilai bahwa kebijakan IMF dalam pemulihan ekonomi Indonesia tidak berhasil, dan hanya meningkatkan ketergantungan terhadap lembaga ini dengan jumlah hutang plus bunganya yang kian bertambah dari tahun ke tahun. Tentu saja, hal ini akan menambah beban anggaran karena keuangan negara juga bersumber dari penghasilan pajak, dan sumber pajak adalah koceknya rakyat. Kwik mencita-citakan adanya kemandirian dalam menyelesaikan masalah negara dan bangsa tanpa adanya intervensi dari pihak asing. Kwik berkeyakinan bahwa bangsa Indonesia mampu untuk mandiri dan berdikari menyelesaikan masalah perekonomian negara.

Pemikiran Kwik tentang kemandirian mengingatkan kita pada seorang tokoh revolusioner yang dikagumi dan menjadi figur manusia sepanjang zaman. Bahkan di antara 100 tokoh yang termasyhur di dunia, dia berada pada urutan pertama. Dialah nabi akhir zaman, Muhammad saw. diutus ke dunia untuk membawa rahmat bagi seluruh alam.

Muhammad saw. telah mengembalikan derajat dan martabat manusia pada proporsi sebenarnya. Proporsi yang menegaskan kembali kemuliaan dan keunggulan manusia di atas makhluk yang lain. Di sepanjang hidupnya pun, Muhammad saw. memberikan suri tauladan kepada umatnya, seperti kemandirian yang lebih mulia daripada ketergantungan. Nabi Muhammad saw. adalah orang yang dermawan, suka bersedekah namun juga mencari nafkah sendiri tanpa harus mengandalkan kedudukan maupun popularitas yang ia miliki. Padahal seandainya Nabi saw. memakai perspektif kehidupan raja-raja pada masa itu, tentu ia pun akan diperlakukan dengan hal yang sama, seperti tersedianya segala kebutuhan yang ia perlukan untuk kehidupan sehari-hari, kapan dan dimana pun ia berada. (Muhammad Husain Haikal, 1993)

Apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw. yang diteladani oleh sebagian besar pengikutnya merupakan kesempurnaan dari kesadaran bertauhid, yaitu senantiasa sadar untuk menegakkan kalimat tauhid dalam kehidupannya. Bagi bangsa Indonesia, kesadaran tauhid ditempuh dengan mengamalkan sila pertama dari Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Tauhid dipahami dengan mengesakan Tuhan atau menjiwai bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Tuhannya hanya satu yaitu Allah swt. Lantas bagaimana bertauhid dalam kehidupan ini dan mengapa kita hanya menuhankan Allah yang Esa? Untuk jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dapat digali dari praktek keseharian yang sesungguhnya merupakan spirit dari tauhid itu sendiri.

Dalam bilangan asli, 1 (satu) merupakan angka pertama yang kemudian diikuti oleh 2, 3, 4, dan seterusnya. Pada setiap even perlombaan maupun pertandingan cabang olahraga, setiap atlit berjuang untuk meraih urutan pertama, peringkat teratas, juara I dan medali emas. Singkatnya, angka 1 memiliki konotosi yang cenderung positif. Disamping itu, terpusat pada satu hal atau konsentrasi merupakan kunci keabsahan ibadah setiap orang Konsentrasi dalam bahasa Arab dikenal dengan khusyu’. Seseorang yang melaksanakan ibadah sholat harus khusyu’, karena menjadi syarat sahnya sholat itu, apalagi sholat dikatakan sebagai media komunikasi dengan Tuhannya. Demikian juga dalam ibadah lain seperti puasa, zakat dan ibadah haji. Semuanya dilaksanakan dengan penuh konsentrasi untuk menghasilkan efek sosial yang kongrit sekaligus sebagai pengejawantahan dari ajaran Islam pembawa rahmat dan berkah bagi seluruh alam.

Lawan dari tauhid atau lawan dari yang satu adalah banyak, berserikat, bercerai berai, berserakan maupun sinonim lainnya. Sesuatu yang terpecah seringkali tidak diinginkan banyak orang. Demikian juga sesuatu yang tercerai berai, berserakan adalah hal yang dihindari oleh hampir semua orang. Dalam perkawinan, perceraian merupakan petaka bagi bahtera rumah tangga, meskipun perceraian dihalalkan dalam Islam, namun dibenci oleh Allah swt. Di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, gejala disintegrasi bangsa harus segara disikapi untuk menjaga keutuhan bangsa. Ketika beribadah kepada Tuhan, konsentrasi ibadah tidak boleh buyar atau terpecah lantaran godaan yang menghampirinya. Karena konsentrasi yang terpecah dalam ibadah berarti telah mendudukan sesuatu yang lain dan sama pentingnya dengan Tuhan. Apabila terjadi demikian, maka ia telah berlaku syirik dan pelakunya disebut musyrik. Syirik adalah perbuatan mensekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Padahal Allah swt. tidak menghajatkan sekutu karena Dia adalah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Disamping itu, syirik juga dipahami sebagai perbuatan yang menghadirkan tuhan selain Allah swt. Ia menganggap sesuatu itu lebih penting dan bersedia untuk didominasi atau dibelenggu oleh sesuatu yang dipentingkan tersebut. Oleh karena itu, syirik juga dikonotasikan dengan sikap hidup terjajah atau terbelenggu oleh sesuatu yang penting dan dipentingkan itu. (Muhammad Imaduddin Abdulrahim, 1982)

Secara I’tiqady, boleh jadi seseorang tidak melakukan syirik, namun secara amaly boleh jadi orang itu telah berperilaku syirik. Misalnya orang Islam yang berprofesi sebagai pengemis di jalanan. Kerjanya tiap hari adalah meminta-minta, mengharap belas kasihan orang lain agar mau memberikan sesuatu yang berharga kepada dirinya. Tanpa sesuatu itu, maka pengemis itu akan hidup dalam kesulitan yang besar. Pengemis itu sesungguhnya adalah tergolong musyrik amaly karena mau terbelenggu oleh profesinya. Karena itu, dalam konsep tauhid, meminta merupakan perbuatan yang rendah derajatnya, dan memberi adalah lebih baik daripada meminta (al-Hadist). Seandainya pengemis itu memahami dan menjiwai spirit Tauhid tentu dia tersadar untuk segera hijrah dari pekerjaan lamanya menuju pekerjaan yang lebih terhormat.

Demikian pula, bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila dengan sila pertama ‘Ketuhanan Maha Esa’. Meskipun setiap tahun pada tanggal 1 Oktober diperingati sebagai hari kesaktian Pancasila, namun Pancasila tidak akan pernah sesakti yang kita sangka, lantaran tidak mengamalkan spirit dari sila pertama tersebut. Melalui seorang Kwik, kita semua disadarkan untuk kembali kepada Pancasila terutama sila pertama dalam rangka menuju kemandirian bangsa sehingga mampu berdiri sejajar, dihormati dan disegani oleh bangsa-bangsa yang lain di dunia ini.

Referensi:

1. Muhammad ‘Imaduddin ‘Abdulrahim M.Sc., Kuliah Tauhid. Cet. III; Bandung: Pusta-Perpustakaan Salman ITB, 1982.
2. Muhammad Husain Haikal. Hayat Muhammad. Diterjemahkan oleh : Ali Audah dengan judul, Sejarah Hidup Muhammad. Cet. Ke-16; Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1993.
3. Harian Pagi Fajar Makassar.