
“Fakultas Syariah Goes to Pesantren”: Prodi Perbandingan Mazhab Edukasi Santriwati Darul Ilmi Tentang Risiko Pernikahan Dini
- Posted by Tim Humas Fasya
- Categories BERITA, Berita PM
- Date 10/12/2025
Sebagai wujud tanggung jawab moral dan intelektual dalam mengawal generasi muda, Fakultas Syariah UIN Antasari Banjarmasin kembali turun ke masyarakat melalui program penyuluhan hukum. Kali ini, melalui Program Studi Perbandingan Mazhab, Fakultas Syariah mengambil inisiatif proaktif dengan menyambangi Pondok Pesantren Darul Ilmi Putri di Kota Banjarbaru pada Rabu, 10 Desember 2025.
Mengusung tema yang sangat relevan dengan dinamika remaja masa kini, yakni “Dampak Praktik Pernikahan Dini dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif”, kegiatan ini disambut hangat oleh pihak pesantren. Aula pesantren tampak dipenuhi lebih dari 80 santriwati Madrasah Aliyah yang menyimak dengan antusias. Bagi Fakultas Syariah, kegiatan ini bukan sekadar formalitas akademik, melainkan misi edukasi untuk membuka wawasan para santriwati—yang notabene calon ibu dan pendidik masa depan—tentang urgensi kematangan usia sebelum melangkah ke jenjang pernikahan.
Acara yang dipandu oleh Sekretaris Prodi Perbandingan Mazhab, Miftah Faridh, S.HI., M.HI., ini menghadirkan kolaborasi narasumber antara praktisi pendidikan pesantren dan akademisi kampus. Bertindak sebagai narasumber Ustadz H, Sapwani Karani, Lc (pengajar di Ponpes Darul Ilmi) dan Dr. Imam Alfiannoor, S.Ag, M.HI (Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab).
Sesi pertama disampaikan oleh Ustadz H. Sapwani Karani, Lc., yang memaparkan kedudukan pernikahan dari sudut pandang fikih Islam. Dengan gaya bahasa yang menyejukkan, beliau menegaskan bahwa menikah adalah salah satu ajaran Islam, sunnah Nabi Muhammad Saw. yang membuka pintu-pintu rezeki dan banyak keberkahan.
Akan tetapi, selain kriteria agama dan aspek kecocokan, beliau juga menegaskan bahwa dalam pernikahan juga ada hal-hal yang perlu untuk dipertimbangkan seperti usia, terutama yang berkaitan dengan kematangan akal dan jiwa seseorang. Perkara ini apabila tidak diperhatikan dengan baik, tidak menutup kemungkinan bisa menimbulkan hal-hal yang kurang baik seperti potensi perceraian dan lain-lain. Tidak terkecuali fenomena putus sekolah jika pernikahan di usia yang terlalu muda.
Perspektif ini kemudian diperkuat dan diperluas oleh narasumber kedua dari Fakultas Syariah, Dr. Imam Alfiannoor, S.Ag., M.HI., yang membahas tentang dampak-dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini. Beliau mengawali dengan memantik nalar para santri bahwa hukum itu berfungsi untuk mengatur peri kehidupan manusia. Beliau menjelaskan makna pernikahan dini adalah perkawinan yang dilakukan di bawah usia minimum yang ditetapkan. Beliau menjelaskan dalam konteks hukum Islam di Indonesia, terdapat aturan Dalam UU Perkawinan 1974 awal (sebelum diubah), usia minimal menikah adalah laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (1). Namun, aturan ini telah diubah dengan UU No. 16 Tahun 2019, yang menetapkan usia minimal yang sama bagi pria dan wanita, yaitu 19 tahun, untuk semua pihak.
Dr. Imam menegaskan bahwa keberadaan aturan ini bukan sekadar membatasi adat atau budaya, apalagi ketentuan dalam agama, tetapi terkait kemaslahatan dan upaya penjagaan terhadap hak-hak asasi manusia. Secara khusus terdapat perhatian hukum terhadap hak-hak wanita dan kemaslahatan di baliknya, seperti hak pendidikan, kematangan jiwa, serta kesehatan reproduksi dan anak yang akan dilahirkan.
Secara spesifik narasumber kedua juga menjelaskan beberapa dampak hukum yang sangat mungkin terjadi seperti: (1) benturan dengan hak anak, (2) pelanggaran hak konstitusional pendidikan, dan (3) risiko kesehatan. Selain itu dari sisi sosio-yuridis juga berdampak pada potensi: (1) kerentanan ekonomi dan (2) tingginya angka perceraian dan praktik Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Pernikahan dini membawa risiko besar secara medis, seperti kesehatan reproduksi yang belum siap, hingga risiko stunting pada anak. Belum lagi dampak sosio-yuridis seperti terampasnya hak pendidikan, kerentanan ekonomi, hingga tingginya angka Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT),” paparnya secara gamblang.
Suasana penyuluhan menjadi hidup saat sesi tanya jawab dibuka. Para santriwati tak sungkan mengajukan pertanyaan kritis mengenai realitas sosial di sekitar mereka.
Momentum ini juga dimanfaatkan oleh Tim Fakultas Syariah untuk melakukan sosialisasi pengenalan kampus. Di penghujung acara, para santriwati diperkenalkan lebih dekat dengan profil Program Studi Perbandingan Mazhab serta informasi Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) UIN Antasari untuk tahun akademik 2026/2027.
Melalui kegiatan ini, Fakultas Syariah berharap dapat menanamkan kesadaran hukum sejak dini sekaligus memotivasi para santriwati untuk memprioritaskan pendidikan tinggi sebelum memutuskan berumah tangga.(*/MF)
Foto Dokumentasi Kegiatan
























