No More Secrets: Menghadapi Epidemi Pelecehan Seksual di Institusi Akademik

Hari, Tanggal: Jum’at, 10 Maret 2023

Penulis:

Dr. H. Anwar Hafidzi, Lc., MA.Hk‬.

(Dosen Fakultas Syariah)

Kekerasan seksual di lingkungan akademik merupakan masalah yang telah lama terjadi, namun seringkali masih dianggap sebagai rahasia atau hal yang tabu untuk dibicarakan. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus kekerasan seksual oleh dosen atau staf akademik terhadap mahasiswa semakin sering terungkap, mengindikasikan bahwa kejadian ini bukanlah kasus yang terisolasi. Masalah kekerasan seksual di institusi pendidikan tinggi tidak hanya merusak kepercayaan mahasiswa pada lembaga pendidikan, tetapi juga berdampak pada kesejahteraan fisik dan mental korban serta kredibilitas institusi akademik itu sendiri. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengatasi masalah kekerasan seksual di lingkungan akademik dan memastikan bahwa institusi pendidikan tinggi memberikan lingkungan yang aman dan terlindungi bagi seluruh anggotanya.

Tema kekerasan seksual dalam konteks akademik telah menjadi topik penelitian yang penting dan banyak diteliti dalam beberapa dekade terakhir. Ada banyak studi terdahulu yang membahas tentang tema ini dan memberikan wawasan mengenai prevalensi, penyebab, dampak, dan upaya pencegahan terhadap kekerasan seksual di lingkungan akademik. Beberapa studi terdahulu yang membahas tentang tema kekerasan seksual di lingkungan akademik, di antaranya: Fisher, Cullen, dan Turner (2000) melakukan studi tentang prevalensi kekerasan seksual di kalangan mahasiswa dan mahasiswi di Amerika Serikat. Hasil studi menunjukkan bahwa 19% mahasiswa dan 25% mahasiswi melaporkan pernah mengalami tindakan kekerasan seksual selama studi di perguruan tinggi.

Johnson dan Koyama (2017) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berkontribusi pada terjadinya kekerasan seksual oleh dosen di perguruan tinggi di Amerika Serikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti ketidakseimbangan kekuasaan, isolasi geografis, dan minimnya kebijakan dan sanksi yang efektif dapat memfasilitasi terjadinya kekerasan seksual. Koss dan Oros (1982) melakukan studi tentang dampak psikologis kekerasan seksual pada korban. Hasil studi menunjukkan bahwa korban kekerasan seksual mengalami tingkat kecemasan, depresi, dan stres pasca-trauma yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kekerasan seksual.

Coker, Cook-Craig, dan Williams (2011) melakukan penelitian tentang efektivitas program intervensi untuk mencegah kekerasan seksual di kalangan mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program intervensi yang berfokus pada perubahan norma sosial dan meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal dapat efektif dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual.

Fitzgerald, Shullman, Bailey, Richards, Swecker, dan Gold (1988) melakukan penelitian tentang reaksi dan perilaku institusi terhadap kekerasan seksual di kalangan mahasiswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa institusi pendidikan tinggi perlu meningkatkan respons dan dukungan bagi korban kekerasan seksual, serta mengambil tindakan pencegahan yang efektif. Studi-studi terdahulu ini memberikan wawasan yang berharga bagi upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan akademik. Hal ini juga menjadi dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang tema ini dan mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif.

Hal ini juga penting untuk dibicarakan karena dapat dapat membuka dan membicarakan masalah kekerasan seksual di lingkungan akademik serta menuntut tindakan konkret dari lembaga pendidikan tinggi untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan demikian, diharapkan mampu mendorong perubahan positif dan menjadikan institusi pendidikan tinggi sebagai lingkungan yang aman dan terpercaya bagi seluruh anggotanya.

Kekerasan Seksual atau Pola Menyimpang?

Kekerasan seksual di lingkungan akademik mencakup berbagai tindakan tidak pantas, termasuk pelecehan seksual, pencabulan, pemerkosaan, dan diskriminasi gender. Tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja dalam komunitas akademik, termasuk dosen, peneliti, staf administrasi, atau mahasiswa senior. Namun, penelitian menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh dosen atau staf akademik terhadap mahasiswa sangat mengkhawatirkan. Studi menunjukkan bahwa kekerasan seksual di institusi pendidikan tinggi dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan mahasiswa, seperti kesehatan mental, akademik, dan sosial. Dampak jangka panjang dari kekerasan seksual juga bisa mengganggu karir dan kehidupan pribadi korban. Selain itu, institusi pendidikan tinggi juga memainkan peran penting dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual. Namun, ada kekhawatiran bahwa lembaga-lembaga ini belum sepenuhnya menyadari pentingnya masalah kekerasan seksual dan masih belum memberikan tanggapan yang memadai terhadap kasus-kasus tersebut.

Kekerasan seksual di lingkungan akademik bisa terjadi di berbagai jenis institusi pendidikan tinggi, baik di dalam maupun luar negeri. Institusi pendidikan tinggi yang meliputi universitas, institut teknologi, institut seni, sekolah kedokteran, perguruan tinggi keguruan, dan lainnya, semuanya dapat menjadi tempat terjadinya kekerasan seksual. Tidak ada lembaga pendidikan tinggi yang kebal terhadap kasus kekerasan seksual, meskipun jumlah kasus yang dilaporkan mungkin berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor seperti ukuran institusi, jenis program akademik yang ditawarkan, dan karakteristik populasi mahasiswa dan staf. Namun, beberapa negara telah mengalami kasus kekerasan seksual yang terkenal di institusi pendidikan tingginya. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual di lingkungan akademik adalah masalah global yang membutuhkan perhatian dan penanganan serius dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi dan pemerintah di seluruh dunia.

Apa  yang harus dilakukan?

Untuk mencegah kasus kekerasan seksual di lingkungan akademik, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan. Berikut adalah beberapa contoh: Meningkatkan kesadaran: Institusi pendidikan tinggi dapat menyediakan pelatihan dan program yang meningkatkan kesadaran mengenai isu-isu kekerasan seksual, termasuk pelatihan untuk staf dan mahasiswa. Program-program ini juga dapat membantu mengurangi stigmatisasi dan meningkatkan kepercayaan korban untuk melaporkan kasus kekerasan seksual. Menetapkan kebijakan dan prosedur yang jelas: Institusi pendidikan tinggi harus memiliki kebijakan dan prosedur yang jelas mengenai kekerasan seksual dan harus menjamin bahwa pelanggar akan ditindaklanjuti dengan tegas dan adil. Diantara pola yang dapat dilakukan adalah:

1. Memberikan dukungan: Institusi pendidikan tinggi dapat memberikan dukungan kepada korban kekerasan seksual melalui berbagai cara, seperti penyediaan konseling, dukungan kelompok, dan layanan medis. Institusi juga dapat membantu korban dalam proses hukum dan memberikan akses ke sumber daya eksternal seperti pelayanan darurat.
2. Menegakkan hukum: Institusi pendidikan tinggi harus bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menegakkan hukum terhadap pelanggar dan mencegah kekerasan seksual yang lebih lanjut di dalam maupun di luar kampus.
3. Mengedukasi dan mengajari keterampilan interpersonal yang sehat: Institusi pendidikan tinggi juga dapat mengedukasi dan mengajarkan keterampilan interpersonal yang sehat kepada staf dan mahasiswa. Hal ini dapat membantu mencegah kekerasan seksual dengan meningkatkan kesadaran mengenai batasan-batasan yang sesuai dalam hubungan antar personal.
4. Menerapkan tindakan-tindakan ini diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya kasus kekerasan seksual di lingkungan akademik dan membantu memberikan lingkungan yang aman, terlindungi, dan mendukung bagi seluruh anggotanya.

Tidak benar bahwa kekerasan seksual terjadi karena tuntutan agar dimudahkan di perkuliahan

Kekerasan seksual adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan terjadi karena pelaku ingin mendapatkan kekuasaan dan kontrol atas korban. Kekerasan seksual dapat terjadi karena banyak faktor, termasuk keinginan untuk mendapatkan kekuasaan, kontrol, atau kenikmatan seksual yang tidak sah. Hal ini tidak ada hubungannya dengan tuntutan agar dimudahkan di perkuliahan. Kekerasan seksual pada mahasiswa oleh dosen atau staf pengajar dapat terjadi karena posisi kekuasaan yang dimiliki oleh staf pengajar. Pelaku yang berada dalam posisi kekuasaan tersebut dapat memanfaatkan posisinya untuk mengeksploitasi atau menyalahgunakan kepercayaan dan ketergantungan mahasiswa pada staf pengajar. Hal ini juga dapat terjadi pada lingkungan kerja di luar akademik. Oleh karena itu, penting untuk menyadari bahwa kekerasan seksual adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan dan harus ditangani dengan serius. Semua orang harus terlibat dalam upaya untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual dan memberikan dukungan bagi korban.

1. Mahasiswa dapat memainkan peran penting dalam mencegah kekerasan seksual di lingkungan akademik dengan melakukan beberapa tindakan berikut:
2. Mengetahui hak-hak dan kebijakan yang ada: Mahasiswa harus mengetahui hak-hak mereka sebagai korban kekerasan seksual dan kebijakan yang diterapkan oleh institusi pendidikan tinggi. Hal ini dapat membantu mahasiswa mengambil tindakan yang tepat jika mereka menjadi korban atau menyaksikan tindakan kekerasan seksual.
3. Meningkatkan kesadaran: Mahasiswa dapat meningkatkan kesadaran mengenai kekerasan seksual dengan menghadiri seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok yang diselenggarakan oleh institusi atau organisasi mahasiswa. Hal ini dapat membantu meningkatkan kesadaran mengenai isu-isu kekerasan seksual dan memberikan pemahaman mengenai tindakan yang dapat diambil jika terjadi kekerasan seksual.
4. Melaporkan kasus kekerasan seksual: Jika mahasiswa menjadi korban atau menyaksikan tindakan kekerasan seksual, maka mereka harus melaporkan kejadian tersebut ke pihak berwenang atau staf pengajar yang dapat dipercaya. Melaporkan kasus kekerasan seksual dapat membantu mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan dan memberikan dukungan bagi korban.
5. Mendukung korban: Mahasiswa dapat memberikan dukungan moral bagi korban kekerasan seksual dengan mendengarkan, mempercayai, dan mendukung korban dalam proses penyembuhan. Hal ini dapat membantu korban merasa didukung dan terhindar dari perasaan terisolasi dan malu.
6. Menjadi bagian dari gerakan anti-kekerasan seksual: Mahasiswa dapat menjadi bagian dari gerakan anti-kekerasan seksual dengan terlibat dalam organisasi mahasiswa atau kampanye yang bertujuan untuk mencegah kekerasan seksual. Hal ini dapat membantu meningkatkan kesadaran mengenai isu kekerasan seksual dan memberikan dukungan bagi korban. Melalui tindakan-tindakan ini, mahasiswa dapat memainkan peran penting dalam mencegah kekerasan seksual dan membantu menciptakan lingkungan yang aman, terlindungi, dan mendukung bagi seluruh anggotanya.

Kesimpulan dari tema kekerasan seksual di lingkungan akademik adalah bahwa masalah ini merupakan sebuah epidemi dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak untuk menanggulanginya. Kekerasan seksual tidak hanya merusak kehidupan korban secara fisik dan emosional, tetapi juga mempengaruhi kualitas pendidikan dan lingkungan belajar di perguruan tinggi. Selain itu, kekerasan seksual di lingkungan akademik juga melanggar hak asasi manusia dan harus ditangani dengan serius dan tegas. Upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan akademik harus melibatkan semua pihak, termasuk mahasiswa, dosen, institusi pendidikan tinggi, dan pemerintah. Beberapa upaya yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan kesadaran tentang kekerasan seksual, mengembangkan kebijakan dan prosedur yang efektif untuk menangani kasus kekerasan seksual, memberikan dukungan dan perlindungan bagi korban, serta meningkatkan kemampuan mahasiswa dan dosen dalam mengidentifikasi dan melaporkan tindakan kekerasan seksual. Selain itu, penelitian dan studi tentang tema ini juga sangat penting untuk memberikan pemahaman yang lebih baik tentang penyebab dan dampak kekerasan seksual di lingkungan akademik, serta untuk mengembangkan strategi pencegahan yang lebih efektif. Kesimpulannya, pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di lingkungan akademik adalah tanggung jawab bersama dan harus menjadi prioritas utama dalam upaya menciptakan lingkungan belajar yang aman dan produktif bagi semua orang.