Peradaban Melayu Benua dalam Studi Pengilhaman Persatuan Lintang Bubuhan dan Basa Benua
Oleh: Sulaiman Kurdi dan Fajar Rudi Perdana
Tulisan ini terinspirasi dari forum diskusi tentang melayu banua yang diselenggarakan pada tanggal 4 Januari 2025 yang mengulik tentang peradaban melayu banua dalam pengilhaman persatuan lintang bubuhan dan bana benua.
Itu terlihat dari terpencar luasnya masyarakat melayu benua menjadikan masyarakat ini tidak terhubung antar bubuhan. Relasinya menjadi renggang karena beberapa faktor salah satunya jarak yang terdisporasi sangat luas antar wilayah teritorial dari masing-masing bubuhan (Kumai, Banjar dan Kutai). Melayu sebagai bentuk atau simbol sebuah persatuan dari masyarakat pesisir (Bubuhan) memudar pengilhaman itu dari masing-masing bubuhan, tidak banyak diberikan pemahaman tentang persatuan antar bubuhan ini dan juga minim referensi itu. Sehingga yang terjadi hanya klaim masing-masing bubuhan yang terjadi sekarang.
Melayu Benua adalah masyarakat yang hidup di wilayah pesisir Benua (Borneo) yang masyarakatnya masuk pada lintang bubuhan (Kumai, Banjar Dan Kutai) serta beragama Islam dan bukan lahir atau muncul dari fenomena penduduk daerah atas yang tidak berislam atau juga bukan hasil dari amalgamasi pada suku dan Basa Benua adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat pesisir (Benua) yang menjadi lingua franka di wilayah pesisir sampai dengan daerah sebagian atas dengan ditambah juga penggunaan bahasa ini dituturkan oleh kesultanan yang ada di wilayah pesisir benua.
Kurangnya ukhuwah sebagai pondasi antar bubuhan di khawatirkan munculnya diferensiasi sosial dalam bubuhan, yang mana fenomena ini akan mengalami gugurnya pengilhaman persatuan bubuhan itu pada akhirnya. Makna persatuan dalam pemahaman bubuhan benua iyalah persatuan sebagai hinti sareat (Pokok Syariat). Ini dalam rangka menjaga ukhuwah yang menjadi hal penting untuk terus di kumandangkan. Adanya diferensiasi sosial dalam bubuhan hanya akan menimbulkan perselisihan, yang dibangkitkan seharusnya ukhuwah antar bubuhan dengan tekad dan semangat pengilhaman persatuan bubuhan (Melayu Benua).
Adapun penutur bahasa dari kedua peranakan melayu yang diklasifikasikan yaitu ada dua melayu benua dan melayu malaka ini berbeda. Namun masih dalam satu rumpun bahasa ibu yang mana melayu semenanjung (Riau, Jambi, Kepri, Patani Thailand Selatan, Temiang diseblah selatan Aceh, Kalbar) menggunakan bahasa melayu jawi dan sedangkan melayu benua menggunakan bahasa benua yang dituturkan oleh masyarakat pesisir benua (Kumai, Banjar dan Kutai) yang disebut bubuhan itu nantinya.
Tag:artikel