Tafsir Ahkam in Brief

Edisi Jum’at, 11 Agustus 2023

TAFSIR AHKAM IN BRIEF

Drs. H. Ruslan, M.Ag.

(Dosen Tetap Fakultas Syariah UIN Antasari Banjarmasin)

Ada beberapa istilah yang digunakan yang kata tersebut berkonotasi tafsir ayat-ayat hukum. Kata dimaksud: tafsir Ayat al- ahkam        تفسير أيات الأحكام ِ         (tafsir ayat-ayat hukum),  تفسيرأيات الفقهية(tafsir  ayat-ayat tentang fikihتفسير أيات القنونية    (tafsir ayat-ayat tentang perundang-undangan), dan fiqh al-Qur’an (hukum-hukum dalam Alquran) (Lihat Amin Suma: 26). Ini kajian tafsir yang materi/substansinya ayat hokum Alquran. Sedangkan bagaimana pengetahuan tersebut didapat (epistemology)  oleh al-Ghazali disebut bagian materi ini disebutkan bagian-bagian yang rinci,yakni  rub’u mu’amalah (bagian yang mengatur hubungan antar sesame manusia), rub’u al-nikah (bagian yang mengatur tentang perkawinan), dlsb. Sedangkan bagian epistemologynya disebut ushul al-fiqh (menurut Ragi al-Faruqi, ilmu istinbathil Ahkam). Hal ini karena al-Ghazali berpendapat semua  ilmu yang dinisbahkan kepada Alquran atau   yang dipersembahkan untuk Alquran disebut Ilmu Alquran. Dasarnya kalimaati rabbi  (kalimat-kalimat Tuhanku) dalam ayat ini menurut beliau  adalah ayat-ayat Alquran (surah al-Kahfi: 109). (Lihat al-Ghazali, 1329 H)

Tulisan ini mencoba mengexplore secara singkat (in brief/lamhaat) sejarah tafsir ahkam dari fasenya yang paling baik, masa Nabi: berdasarkan hepotesis  …+خير الزمن قرنى    Kemudian  masa sahaabat, masa tabiin. Secara ringkas sejarah tafsir ahkam dapat dijelaskan sebagai berikut: bermula dari Rasulullah  sebagai al-mufassir al-awwal  (mufasir pertama) kitabullah Alquran . Beliau menafsirkan sebagian kecil  Alquran atau bahkan menurut sebagian ulama  yang lain   beliau  menafsirkan seluruh ayat Alquran  (Fanisan: 16).  Pada masa generasi sahabat  perbedaan penafsiran mulai terjadi. Misalnya , Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib berbeda pendapat dalam memahami ayat  tentang masa iddah wanita hamil yang ditinggal  mati suaminya. Ayat pertama menyatakan bahwa iddah  wanita yang ditinggal suaminya adalah empat  bulan sepuluh hari (QS. Al-Baqarah 234)  sedangkan ayat kedua menyatakan bahwa  iddah wanita hamil adalah melahirkan (QS. 65:4). Menurut Umar bin Khaththab ayat pertama bersifat umum, mencakup iddah  wanita hamil maupun yang tidak hamil. Beliau berpendapat ayat ini dikhususkan  dengan ayat kedua. Berdasarkan itu menurut Umar iddah wanita hamil yang ditinggal mati suaminya adalah melahirkan. Sementara Ali bin Abi Thalib berpendapat  ayat di atas saling mengkhususkan , kedua ayat tersebut  harus diamalkan. Atas dasar itu ia berpandapat bahwa iddah wanita hamil ditinggal mati suaminya adalah masa terpanjang dari dua masa iddah tersebut. (EHI, V: 1337)

Pada masa imam-imam mazhab, terutama imam mazhab yang empat (Abu Hanifah imam kaum rasionalis, Imam Malik imam kaum  tradisionalis, Imam Syafii imam kaum  moderat, dan Ahmad bin Hanbal Imam konservatif) yaitu sejak abad pertama  hijriah. Pada masa ini Islam telah tersebar sampai ke Asia dan bahkan ke Afrika sudah barang tsb banyak kasus dan permasalahan hukum yang muncul.  Para ulama  pada masa ini senantiasa berpedoman kepada  teks-teks yang terdapat Alquran dan hadis. Apabila mereka tidak menemukannya  mereka berijtihad  dengan metodologi istinbath al-ahkam masing-masing. Bukti moderasi istinbath mereka terlihat  dari pernyataan  mereka seperti  perkataan Imam Syafii :”izaa shahhal hadits fa huwa mazhabi” (Apabila hadis tersebut shahih  maka itulah mazhabku).

Kajian tafsir ayat-ayat hukum diduga pertama  kali yang membukukan dilakukan oleh Imam asy Syafi’i  (150 H- 204 H) seperti tafsirnya  yang diedit oleh Imam Baihaqi dan telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Ahkam al-Qur’an dan bukti ke dua beliau menafsirkan Alquran  karena 1)  beliau berpendapat  dalam  teori naskh . Nasakh hanya terjadi antara Alquran  dengan Alquran. Beliau  menafsirkan ayat-ayat  Alquran yang dipandang   beliau mansukh (lihat dalam al-Risalah  dan al-Umm keduanya karya  Imam Syafii).  2)  Dalam Bab VIII  dari kitab al-Risalah beliau berbicara tentang larangan   dan perintah Alquran. Imam Syafii  yang cendrung   kepada adanya dalil khusus berupaya mencermati dan mengeluarkan hukum-hukum Alquran. Pekerjaan tersebut adalah pekerjaan mufassir seperti yang dikemukakan oleh al-Zarkasyi (lihat Hasan Yunus Ubaidu, hlm. 3) telah teramat jelas al-Syafii   mengemukakan penafsiran langsung ayat-ayat perkawinan  (talak, ‘Iddah),  membunuh, hudud, jihad, bughat, murtad, izin hijrah, izin berperang, berburu, sembelihan (makanan dan minuman). Jadi Imam Syafii adalah seorang ahli tafsir yang penafsirannya dapat dilihat dari dua sisi karyanya. Pertama dengan pendekatan epistemology yang didapat dari karya metodologisnya seperti al-Risalah. Pernyataan ini sama dengan logika  peneliti (Dr. Fathullah Munadi) yang mengatakan tafsir Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari  ada di dalam kitab Sabilal Muhtadin. Bukankah ketika Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari menjelaskan tentang makna ahsanal Qaul ,merujuk kepada penjelasan Aisyah, ahsanal qaul tersebut adalah azan; di samping ayat azan al-Maidah: 58  dan Fushshilat: 36 . Ini termasuk tafsir riwayat. Sisi kedua  al-Syafii melakukan analisis kualitatif dengan karya-karya tematiknya seperti Ahkamul Qur’an, al-Umm,  dan lain-lain.

Adapun ayat ahkam yang diperbincangan ada sejumlah pendapat berikut saya sebut dalam bentuk tabel di bawah ini.

Pada masa imam-imam mazhab sikap dan pendapat perlu dipuji     dan acungan jempol Sportifitas dan jiwa besar para imam ini perlu dicontoh. Umar misalnya berkata: “Yang benar itu sifatnya  abadi dan tidak tergoyah dan sedikitpun” Abu Han ifah  pernah berkata: “Apabila pendapatku menyalahi kitabullah dan hadis Rasulullah maka tinggalkanlah pendapatku ini”. Imam Syafii berkata: “Apabila ditemukan hadis shahih maka itulah mazhabku”.

Pernyataan  para imam mazhab menurut Abdul Hamid Ahmad penulis tesis Luzunut tiba’I mazahib al-Aimmah   لزوم التباع مذاهب الأئمة )adalah suatu pernyataan yang menantang dimana imam-imam mazhab ini benar-benar tidak ada tandingan lagi.  Akan tetapi periode sesudahnya hasilnya sudah mulai mengecewakan. Betapa tidak perbedaan  pendapat cukup banyak, Ada juga yang saling mnjelekkan dan fanatisme mazhab. Misalnya al-Jashshash (pengikut Hanafi) ketika mengomentari pendapat Imam Syafii yang membolehkan mengawini anak zina. Ia berkata  “Imam Syafi’I telah keluar dari Ijma  salaf dan ijma’ fukaha”  (al-Jashshash II: 360). Al-Kiya al-Harasi (pengikut mazhab Syafii)  berkomentar: balik “…..yang berkenaan dengan bolehnya seorang laki-laki   mengawini anak zina dan sebenarnya al-Jashshash  belum memahami kandungan  pernyataan Imam Syafii dan tidak dapat membedakan antara satu masalah dengan lainnya…”(al-Kiya al-Harasi: 314, lihat maktabah syamilah)

Di masa modern ini dimana kemajuan iptek sedemuikian rupa yangb dapat  menopang perkembangan ilmu. Cek dan Recek  sangat mudah untuk kajian Tafsir Ayat Ahkam. Baru saja  penulis mencari  Mbah Google  ta’shil tafsir ayat al-ahkam  maka ditemukan  lebih dari 100 judul  kitab  tafsir ayat-ayat hokum . Di antara tafsir tersebut   banyak tafsir ahkam moderat seperti Tafsir Ayatil Ahkam karya Muhammad Aly al-Sayis, al-Tafsir al-Munir fi Aqidah, wa Syari’ah wa Manhaj karya Wahbah al-Zuhaili, dan lain-lain.  Yang disebutkan terakhir  ada di Perpustakaan Pusat UIN Antasari. Tafsir al-Munir  sudah dikaji dalam bentuk disertasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan ditetapkan sebagai karya paling moderat.

Referensi:

1. Pengantar Tafsir Ahkam karya KH. Amin Suma
2. Jawahir al-Quran karya al-Ghazali
3. al-Tafsir al-Munir karya Wahbah al-Zuhaili
4. Ardhul Qur’an karya Muzafafruddin Nadvi
5. al-Risalah karya Imam Syafii
6. al-Umm karya Imam Syafii
7. Ensiklopedi Hukum Islam karya Tim Penulis
8. Ahkam al-Qur’an karya Imam Syafii
9. Ahkam al-Quran karya al-Jashshash
10. Dan lain-lain.