Tradisi Intelektual Muslim: Sebuah Pengantar Masuk ke Integrasi Ilmu

Edisi Jum’at, 08 Maret 2024

TRADISI INTELEKTUAL MUSLIM: SEBUAH PENGANTAR MASUK KE INTEGRASI ILMU

Sulaiman Kurdi

(Dosen Tetap Fakultas Syariah UIN Antasari Banjarmasin)

Bacalah dengan menyebut ( nama Tuhanmu yang menciptakan …)

Dia menciptakan manusia dari ‘alaq…

Bacalah, Tuhanmulah yang Maha Pemurah…

Yang mengajarkan manusia dengan pena…

Mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya,(Surah Al-Alaq (96) : 1-5)

Ayat di atas sebagai pembuka dari tulisan ini, di mana al-Qur’an sangat peduli dengan ilmu pengetahuan dan tekonologi. Dari wahyu tersebut diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah SWT mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia ( tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Cara kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah SWT

            Dalam pandangan al-Qur’an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini tercermin dari kisah kejadian manusia pertama yang dijelaskan al-Qur’an pada surah al-Baqarah (2) ayat 31 dan 32 yang berbunyi :

Dan dia (Allah) mengajarkan kepada Adam, nama-nama (benda-benda) semuanya. Kemudian Dia mengemukakannya kepada para malaikat seraya berfirman, “Sebutkanlah kepada- Ku nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar ( menurut dugaanmu).” Mereka (para malaikat) menjawab, “Maha suci Engkau tiada pengetahuan kecuali yang telah Engkau ajarkan. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

            Setiap pemeluk islam meyakini betapa tingginya penghargaan agamanya kepada ilmu. Jika para mubalig dan juru dakwah Islam gemar mengutip beberapa ayat suci atau sabda Nabi tentang pentingnya ilmu, sebenarnya mereka hanya melakukan konfirmasi atas apa yang telah mentradisi dalam sejarah Islam.

            Kini, sudah merupakan pengetahuan umum di dunia, lebih-lebih di barat, bahwa hampir seluruh bangunan ilmu pengetahuan modern adalah kelanjutan etos keilmuan yang telah berkembang dalam Islam. Begitu Nabi SAW wafat dan para sahabat mengembangkan daerah kekuasaan politik Islam ke kawasan sekitarnya, mereka bertemu dengan berbagai warisan itu, tanpa stigma dan konflik psikologis, sesuai dengan ilustrasi dalam Kitab Suci bahwa orang yang beriman tidak perlu takut dan tidak perlu khawatir.

            Rasa percaya diri mereka yang amat besar itu telah memberi kekuatan batin untuk mampu berlaku adil kepada umat manusia dan warisannya, sesuai dengan tugas suci mereka sebagai ummatan wasathan atau umat moderator dan sebagai saksi atas umat manusia. Juga sebagai pelaksanaan berbagai pesan suci Nabi pada kaum beriman, “pungutlah olehmu hikmah ( ilmu pengetahuan atau wisdom), dan tidak akan membahayakan bagi kamu dari bejana apapun hikmah itu keluar” dan bahwa “Hikmah adalah barang hilangnya seorang beriman, karena itu hendaknya ia memungutnya dimanapun ditemukannya,” dan Ali bin Abi Thalib Ra berkata, “perhatikan apa yang dikatakan orang, jangan memperhatikan siapa yang mengatakan.”

            Oleh sebab itu, umat Islam klasik memungut dan mengembangkan ilmu pengetahuan dari mana saja untuk dibina secara kreatif. Dalam perjalanan sejarahnya, bagaimana agama Islam bersentuhan dengan ilmu pengetahuan sehingga menghasilkan tokoh-tokoh intelektual yang handal dan peradaban yang sangat besar dan bisa mempengaruhi peradaban-peradaban lainnya.

            Namun, karena kelalaian kaum Muslim dan jauhnya dari ilmu pengetahuan menyebabkan peradaban Islam mengalami kemunduran, kemunduran ini menjadi “ cerminan” untuk bangkit dan mengembangkan ilmu pengetahuan bagi kaum Muslim untuk melangkah dan meraih peradaban baru.

            Dari persoalan di atas saya mengutip apa yang dikatakan Muhammad Iqbal “ ijtihad merupakan dasar pergerakan dalam Islam.”

Wallahu a’lam

Sumber Bacaan

1. M. Quraish Shihab, wawasan al-Qur’an: tafsir maudhu’i atas berbagai persoalan umat Bandung: Mizan 1998.
2. lihat al-Quran surah Al-Kahfi (18) : (65), al-Haqqah (69) : 38-39), al-Nahl ( 16): (8), al-Isra’ (17) :85), Yunus (10): 101), dan lainnya
3. Budi Munawar -Rachman ( penyunting), ensiklopedi Nurcholish Madjid: pemikiran Islam di kanvas peradaban ( Bandung : Mizan 2006)
4. lihat juga Mehdi Nakosteen, Kontribusi Islam atas dunia intelektual Barat: Deskripsi analisis abad keemasan Islam ( Surabaya : Risalah Gusti, 1996)